Selain perselingkuhan di kantor kerja yang banyak dialami orang, tempat kuliah di pascasarjana juga potensi yang tinggi dialami orang apalagi jika kuliah di pascasarjana meninggalkan keluarga. Kondisi ini sangat rentan untuk melakukan perselingkuhan. Di Pascasarjana itu pertemuan mahasiswa Timur dan Barat. Mereka banyak yang meninggalkan keluarga dan hasrat biologis acapkali tidak terkendali ditambah kebersaamaan mengerjakan tugas-tugas kuliah. Jika ini terjadi maka muncullah alumni pascasarjana di daerah-daerah yang umumnya mengajar di Perguruan Tinggi (PT) yang pernah mengalami perselingkuhan.
Jika seorang dosen pernah mengalami perselingkuhan di masa kuliah, maka potensi selingkuh dengan rekan dosen dan mahasiswa dengan siapa saja akan semakin besar. Sebab, kebiasaan lama ketika kuliah akan muncul lagi. Karena itu, bagi mahasiswa yang berkeluarga sejatinya membawa istri dan anak-anak ke tempat kuliah. Biasanya, alasan tidak membawa keluarga karena dana beasiswa hanya cukup untuk satu orang.
Biaya menjadi kendala. Tingginya potensi perselingkuhan di pascasarjana, maka perencanaan biaya beasiswa harus memikirkan resiko itu. Argumentasi, bahwa tergantung moral seseorang agak sulit diterima karena hasrat biologis dan ancaman kesepian adalah alamiah. Variable ini yang sering diabaikan para perencana beasiswa. Sebab, dalam rekruitmen menjadi dosen umumnya dilihat dari kemampuan akademik, bukan moral. Seorang yang nilai akademiknya tinggi tidak ada jaminan moralnya tinggi dan mampu menyangkal diri dari potensi hasrat biologis yang kelak menjadi selingkuh.
Mengatasi perselingkuhan itu tidah mudah apalagi disebut gampang. Karena perselingkuhan ada kalanya menutupi ruang kosong dalam diri seseorang. Namanya saja ruang kosong, harus ditutipi bukan. Hal yang ditutupi hati, jiwa dan hasrat biologis atau dikenal lahir dan batin. Juga kekecewaan dan penasaran.
Karena yang ditutupi adalah hati, jiwa dan hasrat maka tidak heran orang yang sangat super alim, baik dan memiliki kepribadian yang hampir sempurnapun bisa terjebak. Penggiat spiritual, pemikir, sastrawan, guru, dosen, pengacara, hakim, jaksa dan apapun profesi seseorang tidak bebas dari ancaman perselingkuhan. Presiden Bill Clinton pun diketahui dunia tentang hubungannya dengan Monica Lewinsky.
Kita menyadari bahwa potensi perselingkuhan mengancam semua orang, tetapi dalam kebijakan negara, kantor dan berbagai lembaga mengabaikannya. Dalam diskusi berbagai kalangan sepakat bahwa hasrat seksual seseorang adalah pribadi, tidak menjadi urusan Negara, kantor dan lembaga apapun.
Dalam kontek ini, kebijakan Negara yang saya maksud adalah contoh pemberian beasiswa yang abai keluarga. Beasiswa sejatinya memperhitungkan biaya keluarga karena Indonesia yang kita bangun adalah keluarga yang harmonis. Anak-anak Indonesia lahir dari keluarga harmonis secara turun temurun.
Bagaimana cara mengatasi perselingkuhan di kantor, tempat kuliah dan di berbagai tempat?. Tokoh Islam Liberal pernah menulis agar para laki-laki memasang jilbab dalam pikirannya. Saya setuju dengan anjurang Ulil, tetapi dalam kegiatan sehari-hari realitanya tidak banyak laki-laki yang mampu memasang jilbab dalam pikirannya.
Dalam realita, banyak orang bekerja di kantor tidak fokus dengan pekerjaannya. Banyak orang kuliah di pascasarjana hanya demi gelar dan karir. Dengan kata lain, banyak yang kuliah tidak fokus dengan kuliahnya. Banyak yang kuliah sambilan, sehingga pikirannya tidak sibuk dengan kuliahnya.
Mengapa orang tega melakukan perselingkuhan?. Apakah mereka tidak memahami resikonya yang teramat tinggi?. Apakah mereka tidak mencintai keluarganya sehingga tega melakukan perselingkuhan?. Pada umumnya mereka sadar akan resikonya tetapi mereka yakin tidak akan ketahuan. Mereka sibuk dan fokus mengatasi agar tidak ketahuan, padahal sejatinya fokus mengatasi agar tidak terjadi.