Lihat ke Halaman Asli

Gurgur Manurung

TERVERIFIKASI

Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Dilema Parpol dan Rakyat Menemukan Bacalon Berkualitas di Pilkada 2020

Diperbarui: 18 Juli 2020   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: big.com

Setiap perhelatan pesta  seperti Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg)  DPR Pusat, Provinsi, dan Kotamadya dan Kabupaten acapkali yang disalahkan adalah Partai Politik (Parpol).  Tidak jauh beda dengan  Pilkada serentak 9 Desember 2020 Parpol dianggap para aktivis atau penggiat medsos  dan semacamnya  sebagai biang kerok  tidak berkualitasnya  perhelatan rakyat.  Tidak berkualitas karena calon yang diusung dianggap tidak ada yang bermutu. Sesungguhnya apa kendala Parpol sehingga memunculkan kandidat yang tidak bermutu?.

Menjelang perhelatan pesta rakyat 9 Desember 2020  Parpol sebagian sudah memberikan rekomendasi  pasangan Bacalon Gubernur, Walikota dan Bupati.  rakyat menunggu siapa saja  Bacolon yang akan diresmikan KPU. Melihat perkembangan nama-nama  yang muncul, reaksi rakyat adalah kecewa.  Dalam kondisi pandemi ini, realitanya mau saja jadi Bacalon sudah tergolong bagus,  karena resiko yang akan dihadapi dimasa pandemi  luar biasa. Tidak sedikit yang mengundurkan diri menjadi Baclon karena dampak Pandemi ini.

Betul bahwa Bacalon yang  terus memberanikan diri maju dengan segala resiko sudah hebat, tetapi bagaimana sesungguhnya Bacalon yang ideal?.  Sahabat saya  aktivis sosial dan lingkungan Saurlin Siagian  menuliskan bahwa pemimpin yang ideal di Kawasan Danau Toba adalah  seperti Sosok Sisingamangaraja ke XII.  Sisingamangaraja ke XII memimpin dengan nilai-nilai budaya Batak.

Politik praktis kekinian telah kehilangan substansi nilai, karena survey menunjukkan realitas politik. Partai politik tau persis nilai-nilai itu, tetapi Parpol dituntut untuk menang. Parpol  berjuang sering melupakan nilai dan etika  karena target untuk menang. Seolah, tidak ada pilihan selain untuk  menang.  Berkompetisi untuk menang adalah hal wajar,  karena menyangkut hidup mati Parpol.   Ketika perang,  tidak lagi waktunya belajar etika dan menanamkan nilai.  Prioritas utama dan fokus  untuk  menang.

Belajar etika dan nilai adalah masa waktu sebelum perang.  Sebab, Parpol diperhadapkan dengan kuantitas. Parpol dipaksa berhitung jumlah yang beretika dengan yang tidak beretika.  Kompetisi itu ibarat pertandingan bola yang melakukan pelanggaran jika dianggap berbahaya. Kartu kuning atau kartu merah lebih baik daripada gawang  kebobolan, apalagi dimasa injury time. Itulah realitas politik kita kini.  Hal semacam ini yang tidak disadari para aktivis,  tokoh masyarakat dan komponen -komponen bangsa.

Bagaimana sebenarnya kondisi sekarang sehingga nama-nama yang muncul adalah  nama-nama yang mengecewakan?.  Dari nama-nama yang muncul  selama sosialisasi adakah yang tidak megecewakan?.  Jika ada nama-nama yang dikenal idealis  mereka sulit  terekam dalam survey.  Parpol pada umumnya melakukan survey elektabilitas  Bacalon. 

Elektabilitas adalah modal sosial yang kemudian dilihat dari jumlah dana yang dipersiapkan untuk berkompetisi.  Itulah yang disebut  popularitas dan isi tas.  Apakah salah dengan popularitas dan isi tas?. Tentu saja tidak. Politik memang membutuhkan biaya politik (cost politik).  Kecuali, calon yang bagus dikelilingi orang yang mau menyumbangkan biaya politik untuk memenangkan kompetisi.

Parpol sesungguhnya menginginkan  Bacalon yang memiliki kapasitas, popularitas, elektabilitas, integritas dan isi tas.  Tetapi, dimanakah dicari orang seperti itu?. Partai politik memilih siapa yang dipilih untuk melawan siapa?.  Parpol  mau tidak mau, suka tidak suka harus diperhadapkan kepada  siapa yang dipilih untuk menumbangkan lawan. Tentu saja akan lebih baik jika Bacalon itu memiliki nilai-nilai yang sesuai dengan nilai perjuangan Parpol pengusung.

Bacalon yang memiliki kapasitas, popularitas, elektabilitas, integritas minus isi tas banyak dimiliki kader partai politik.  Disatu sisi  orang yang fokus membangun integritas, kapasitas, dan elektabilitas lupa mengisi tas.   Disisi lain orang fokus isi tas  lupa membangun kapasitas, elektabilitas, integritas. Orang memiliki integritas sulit mengisi tas.  Integritas itu dibatasi etika, hukum dan kepekaan sosial.  Bukankah orang yang isi tasnya acapkali  mengambil hak orang lain?. 

Orang yang aktif di partai politik akan menghabiskan waktu mengurus partai politik. Jika mengurus partai politik   dan  berbisnis maka  terjadi conflict of interest. Hal ini menjadi pilihan yang sulit. Dipertaruhkan antara  integritas dan realitas. Dalam kondisi inilah sulit muncul Bacalon yang berintegritas dan Berkapasitas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline