Setelah kita di rumah saja yang dikenal dengan Work From Home (WFH) hampir 4 bulan kini kita masuk kerja lagi. Selama 4 bulan saya bekerja dari rumah dan minggu lalu saya ke kantor dan kesulitan mencari tempat makan yang aman. Karena kesulitan mencari tempat makan, saya pulang dari Jakarta ke Tangerang dan kelaparan saya luar biasa. Karena tidak kuat menahan lapar.
Saya ke rest area jalan tol dan makan. Ketika saya pembayaran, saya membayar Rp 280.000 (dua ratus delapan puluh ribu rupiah). Terus terang saya kaget, karena itu cukup mahal bagi saya. Itulah salah satu kenangan saya bekerja di hari pertama yang disebut new normal itu.
Hari pertama bekerja, saya ibarat ikan yang baru dilepaskan dari plastik yang diisi oksigen kemudian dilepas ke perairan atau kolam baru secara tiba-tiba. Jika kita memindahkan ikan dari suatu tempat ke tempat lain dengan mennggunakan plastik yang diisi oksigen maka ikan itu harus direndam dulu bersama air di tempat baru.
Ikan direndam sekitar 30-45 menit, kemudian ikan itu beradaptasi dari dalam plastik dan dilepas secara pelan-pelan. Itulah yang disebut aklimatisasi. Ikan yang dalam plastik berisi oksigen tiba-tiba dilepaskan ke kolam atau perairan baru maka ikan itu kemungkinan akan stres dan jika stres akan mudah dimakan mangsa atau mati sendiri karena sres.
Kita yang hampir 4 bulan WFH atau disebut karantina mandiri perlu aklimatisasi ke tempat kerja. Mungkin kita bekerja 50 % dulu di hari pertama, kemudian naik menjadi 75 % dihari kedua, dan lama kelamaan 100 %. Ketika saya hari pertama bekerja, saya memang terpikir kemana akan makan siang.
Karena itu, saya disiapkan roti di dalam tas. Tetapi, saya tidak terbiasa makan roti. Ketika lapar, tak selera makan roti. Akibatnya, saya bingung dan saya putuskan pulang. Karena tidak kuat lapar dan makanlah di rest area dengan konsekuensi saya bayar cukup mahal padahal makan pun tak begitu selera. Rasanya, ikan yang dihidangkan itu adalah ikan yang sudah terlalu lama dalam kulkas. Ikan itu sudah tidak segar lagi. Sudah tidak segar mahal pula.
Masker dengan kualitas yang baik saya pakai dan cadangan ada dalam tas. Hand snitizer dan disinfektan untuk menyemprot kursi, meja dan alat-alat kerja ada di dalam tas. Air minum dan seluruh kebutuhan terkait Covid 19 disiapkan istri saya. Semuanya serba lengkap.
Peralatan terkait siasat protokoler kesehatan di era norma baru ini tidak cukup. Disiplin juga mutlak kita lakukan. Kemarin itu saya berjumpa keluarga yang lansia dan minta salaman. Dalam budaya kita menolak salaman dengan orang tua tidak sopan, tetapi harus disiplin kita menolak. Ketika kita tolak, kita jelaskan penuh kelembutan agar dimengerti. Tidak mudah menjelaskan, tetapi harus kita lakukan. Cara menolak dan menjelaskan sekaligus kita belajar untuk bersabar. Latihan bersabar itu sangat baik untuk kita naik kelas.
Hal yang harus kita sadari di era norma baru ini adalah batin kita harus kuat. Tidak mudah bagi kita untuk bersikap. Kita menyadari bahwa kita adalah orang yang kaku. Tidak banyak diantara kita yang mudah beradaptasi. Jika mau beradaptasi masih bagus, tepai yang berbahaya adalah ketika menyebut ngak apa-apa atau tidak menyebut jangan terlalu takut. Ngak apa-apa nya itu, takut kali kau?. Percakapan semacam ini sering kita dengar dalam keseharian kita.
Batin dengan tekad yang kuat memasuki kerja kembali, dsiplin dan jangan lengah sedikitpun menjadi modal kita bersama untuk menang melawan virus corona. Kita bayangkan pasangan kita, anak-anak kita, keluarga kita, sahabat kita dan semuanya jika kita terkena Covid 19. Dan, jangan pula terlalu takut. Kita harus berani memulai aktivitas dengan strategi aklimatisasi, disiplin dan tidak lengah sedikitpun di detik-detik kita lalui, menit, jam, hari, minggu, bulan bahkan tahun yang akan kita lalui.