Ketika saya masih anak-anak, remaja hingga dewasa kegiatan yang paling saya suka ketika tinggal di desa adalah mencangkul di sawah dan di darat. Mencangkul di sawah lebih asyik dibandingkan di darat karena di sawah itu ada air dan lumpur. Jadi, kalau diterpa terik matahari badan tidak terasa panas. Di sawah ada pula ikan-ikan yang menyenangkan.
Hal yang paling menyenangkan ketika mencangkul sawah maupun ladang adalah ketika lahan yang kita cangkul itu sesuai target dan hasilnya kelihatan apik. Demikian juga menulis, rasanya bahagia jika tulisan sudah selesai dan ketika baca ulang atau dikenal dengan mengedit mirip dengan merapikan sawah atau ladang yang baru kita cangkul.
Menulis dan mencangkul itu kesulitannya mirip juga. Jika kita menulis topik yang belum kita pahami sama dengan mencangkul lahan yang belum pernah dicangkul. Misalnya, lahan yang ratusan tahun belum pernah diusahai maka akan kita jumpai akar-akar pohon yang membutuhkan alat tambahan seperti kampak, parang, gergaji, martil dan alat ungkit lain untuk mengeluarkan akar-akar pohon di lahan yang akan kita cangkul.
Demikian juga jika tulisan yang akan kita tulis topik baru tentu membutuhkan kamus, atau mencari buku-buka bacaan terkait dengan topik yang akan kita tulis.
Membuka lahan baru dengan banyak kesulitan dan tantangan mirip dengan ketika menulis topik baru maka wawasan kita bertambah. Lahan baru yan kita cangkul akan memperluas lahan pertanian kita.
Demikian juga dengan topik baru yang kita tulis akan sangat menarik dan akan kita integrasikan dengan pengetahuan kita yang lama. Tulisan kita yang baru dari ilmu yang baru kita pelajari mungkin pemahaman kita dangkal, tetapi lama kelamaan akan dalam kita memahaminya dan pengetahuan kita makin holistik.
Banyak orang menghindari menuliskan tentang hal baru. Alasanya karena bukan bidangnya. Tetapi, dia lupa bahwa tulisan yang holistik dalam melihat persoalan akan memberikan solusi yang terbaik. Ilmu itu saling kait mengait.
Ketika kita menulis hal baru, tanpa sadar pengetahuan kita bertambah dan ketika kita berkontemplasi akan menemukan kaitan satu hal dengan hal lain. Dengan demikian, kita melihat masalah tidak sektoral.
Tulisan memang dituntut fokus dalam sebuah kejadian, tetapi perlu sudut pandang lain agar dilihat permasalahn secara holistik. Sebagai contoh adalah ketika banjir Jakarta maka agar kita memahami apa yang terjadi akibat banjir dan merasakan perasaan korban banjir maka kita akan datang ke lokasi banjir dan ikut basah berasama korban banjir. Tetapi ada kalanya kita naik helikopter untuk melihat situasi banjir secara umum. Ketika melihat dari helicopter maka kelihatan sumber banjir dan luasnya banjir kota Jakarta.