Dalam Rapat Kerja ( Raker) Komisi VI DPR RI dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan 142 bahwa BUMN telah direstrukturisasi menjadi 107 BUMN. Dalam waktu dekat kemungkinan BUMN akan menjadi 70-80 BUMN. Erick Thohir juga menyampaikan bahwa dana pemerintah telah dicairkan ke menteri BUMN sebesar Rp 143,63 T yang terdiri dari pencairan hutang pemerintah 75 %, Penyertaan Modal Negara (PMN) 11 % dan dana talagan 14 %. Esensi yang paling disorot anggota DPR adalah dana talangan karena belum diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020.
BUMN penerima PMN adalah Hutama Karya Rp 7,5 Triliun, Permodalan Nasional Madani (PMN) RP 1,5 Trilun, Bahana (penjaminan kredit KUR dan UMKM) Rp 6,0 Triliun, ITDC Rp 0,5 Triliun. Total dana PMN sebesar Rp 15, 5 Triliun. Dana talangan diberikan kepada Garuda Indonesia sebesar Rp 8,5 Triliun, PT KAI Rp 3,5 Triliun, Perumnas Rp 0,65 Triliun, Krakatau Steel Rp 3 Triliun, Perkebunan Nusantara Rp 4 Triliun. Total dana talangan sebesar Rp 19, 65 Triliun.
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan dalam Raker itu bahwa PMN diberikan kepada Hutama Karya untuk menyelesaikan proyek Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS). JTTS merupakan proyek sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja serta pemerataan perekonomian di luar pulau Jawa. PMN diberikan kepada Permodalan Nasional Madani (PNM) untuk menjaga keberlangsungan nasabah program Mekaar ( UMKM khusus wanita pra sejahtera).
Sektor UMKM merupakan pelaku mayoritas di perekonomian nasional, berkontribusi terhadap 57 % PDB nasional. PMN diberikan ke Bahana untuk bantuan dalam melakukan perluasan jaminan kredit kepada UMKM dan KUR di tengah Pandemi. PMN juga diberikan kepada ITDC (pengembangan kawasan wisata Mandalika dan persiapan motogp 2021) untuk kebutuhan penyelesaian proyek KEK Mandalika (termasuk proyek strategis nasional). Sebelumnya ITDC telah mendapatkan pinjaman dari AIIB sebesar USD 248, 4 juta.
Dana talangan diberikan kepada Garuda Indonesia dalam rangka melakukan transformasi perusahaan. Dalam kondisi sekarang menurut menteri BUMN Garuda Indonesia telah berkinerja yang baik , namun kembali mengalami penurunan karena pandemi Covid 19 yang mengakibatkan penurunan jumlah penumpang hingga 95 %.
PT KAI menerima dana talangan untuk menjaga PT KAI tetap beroperasi untuk pelayanan publik di tengah pandemi. Perumnas menerima dana talangan program penyediaan rumah bagi masyarakay yang berpenghasilan rendah. Krakatau Steel menerima dana talangan karena Krakatau Steel memiliki multiplier effect yang sangat luas, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja,pengurangan ketergantungan terhadap impor, dan peningkatan daya saing industry nasional.
Krakatau Steel juga sangat membutuhkan dana talangan untuk mempertahankan pasar dan operasional karena modal kerja yang tergerus karena penurunan permintaan. PTPN menerima dana talangan untuk memastikan ketersediaan dan stabilitas harga beberapa kebutuhan pokok, pengolahan/perawatan kebun, proses panen serta produksi kebun. PTPN membutuhkan dana talangan untuk melindungi pihak-pihak yang menjadi bagian dalam supply chain perusahaan , antara lain petani plasma sawit, dan plasma karet.
Dalam rapat Gabungan Tanggal 5 Mei 2020 rapat gabungan Komisi VI, VII dan Komisi IX dengan Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Perindustrian, Kementerian Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian BUMN serta Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala LIPI, Kepala BPPT, Kepala BPOM, dan direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Topik yang dibahas dalam acara Raker dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) sekaligus ini adalah percepatan pencegahan dan penanggulangan wabah Covid 19 di Indonesia, koordinasi hilirisasi dan komersialisasi produk-produk dalam penanggulangan wabah pandemi Covid 19, percepatan pengkajian dan pengembangan vaksin dan obat Covid 19 di Indonesia.
Rapat itu mencoba mengintegrasikan secara holistik agar berkelanjutan solusi untuk mempercepat penanggulangan Covid 19 di Indonesia. Persoalan kita, ketika pandemi Covid 19 datang menurut Menteri BUMN adalah bahan baku farmasi 95 % impor. Menteri Kesehatan mengatakan bahwa ventilator tidak ada di produksi di Indonesia. Rumah Sakit (RS) di Indonesia terkendala karena tidak memiliki ventilator karena harus diimpor.