Setiap tanggal 5 Juni diperingati sebagai hari lingkungan hidup. Peringatan hari lingkungan hidup tahun ini mengingatkan kita ketika pertama kali diperingati 1 Juni 1974 ketika itu kasus Minamata yang menyerang syaraf di Jepang dan kabut asap tebal di Eropa.
Tahun ini, kekuatiran yang sama bahkan lebih memprihatinkan ketika pandemi Corona Virus Disease (COVID) 19 mengancam dunia. Nilai-nilai apa dan dampak positif apa yang relevan dari sejarah hari lingkungan hidup ketika kita akan memasuki Tatanan Pola Hidup Baru yang populer disebut new normal?.
Dalam catatan sejarah bahwa hari lingkungan hidup itu berawal dari pertemuan pertama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bidang lingkungan hidup pada tanggal 5-16 Juni tahun 1972 di Stockholm, Swedia yang kemudian Jepang dan Senegal mengusulkan agar tanggal 5 Juni sebagai hari lingkungan hidup.
Usulan itu disepakati oleh anggota PBB. Berbagai negara memperingati hari lingkungan hidup dengan berbagai cara. Kegiatan pendidikan lingkungan hidup bagi anak sekolah, sosialisasi hemat energi, penanaman pohon atau konservasi, membersihkan sungai, pembuatan prangko khusus peringatan lingkungan hidup dan lain sebagainya.
Ketika pandemi Covid 19 mengancam dunia dan kita, bagaimana kita merefleksikan hari lingkungan hidup? Sejak bulan Maret tahun 2020 kita tinggal di rumah saja (stay at home) sesuai anjuran pemerintah Indonesia. Kita diminta pemerintah untuk bekerja dari rumah dengan alat canggih yaitu internet.
Dampak dari bekerja dari rumah (work from home) adalah jalan tidak macet, bahan bakar transportasi kita berkurang. Berkembangnya teknologi seperti zoom sangat membantu kita dalam rapat virtual. Rapat virtual ini menyadarkan kita tidak perlu harus berjumpa dalam mengambil keputusan.
Ternyata rapat-rapat DPR RI dengan pemerintah dan mitranya, rapat virtual sangat efektif dan efisien dalam mengambil keputusan untuk menangani Covid 19. Kedepan, tidak ada lagi alasan tidak ada rapat karena menteri atau pejabat kunjungan ke luar negeri. Komunikasi lancar dengan rapat virtual.
Rapat virtual sangat ramah lingkungan karena ilmu lingkungan sejak awal menginginkan kegiatan-kegiatan ke arah elektronik karena berdampak tidak menimbulkan macet para peserta rapat apalagi selama ini pejabat diikuti protokoler seperti iring-iringan yang menimbulkan macet, meminimalisasi kolusi antara DPR dan Menteri ketika berjumpa, pengurangan penggunaan kertas bahan rapat, penurunan biaya makanan dan lain sebagainya.
Semua bahan rapat kini tidak lagi dalam bentuk hard copy tetapi dalam betuk soft copy. Proses seperti ini sangat ramah lingkungan.
Rapat virtual juga memudahkan rapat gabungan antarkomisi di DPR dan kementerian, juga yang berkaitan dengan tugas-tugas DPR.
Salah satu contoh rapat virtual yang ramah lingkungan adalah rapat kerja gabungan Komisi VI, VII dan IX DPR RI tanggal 5 Mei 2020 dengan Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Perindustrian RI, Kementerian Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian BUMN, serta Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala LIPI, Kepala BPPT, Kepala BPOM, dan direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.