Lihat ke Halaman Asli

Gurgur Manurung

TERVERIFIKASI

Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Alternatif bagi Petani Sawah yang Sulit Ekonomi di Toba

Diperbarui: 8 Juni 2020   10:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: Tribun Medan/Ho

Di suatu pagi, saya mengopi dengan beberapa orang teman di kedai kopi di Toba. Pagi itu kami duduk menjelang Pilkada. Duduk ngopi bersama dengan para pendukung yang berbeda. Tiga kandidat dan semua pendukung ngopi bersama. Siapakah yang menang?

Salah satu dari kami bertanya, sisa uang siapa yang masih banyak, itulah yang menang. Salah satu menjawab, pragmatis kali kau. Dijawab lagi dengan, "munafik kali kau". Memang itulah realitanya, katanya lagi. Mereka bebas bicara, saling memojokkan, tapi tetap akur dan saling mengingatkan agar kopinya ditambah (tambai kopi mi katua).

Seorang politisi ketika itu mengatakan, daerah-daerah yang rentan politik uang adalah jika penduduk itu berharap dari padi saja.

Bayangkan, jika petani hanya panen sekali setahun tanpa penghasilan tambahan. Mereka itulah sangat rentan politik uang.

Kemudian, satu lagi menjawab, "siapa tak rentan politi uang?", banyak kali ceritamu. Semua orang butuh uang, jangan banyak cincongmu, jawabnya dengan mimik yang lucu. Begitulah komunikasi orang Toba.

Mereka berdialog dengan suka-suka saja walaupun kadang konflik karena beda pendapat. Biasanya konflik tidak lama. Itulah uniknya kedai kopi dan tuak di Toba.

Tulisan ini tidak membahas siapa yang rentan politik uang, karena sangat subjektif. Sama subjektifnya seolah-olah orang miskin yang korup orang kaya tidak akan korup. Realitanya, orang kaya yang ditangkap KPK pada umumnya. Manusia, tidak ada puasnya. Ido kan (begitu kan?).

Hal yang menarik bagi saya adalah pernyataan kawan tadi, bahwa rakyat petani padi yang panen hanya sekali setahun sangat rentan politik uang.

Benarkah? Mengapa dia berakata begitu? Ketika pendemi Covid 19 datang saya melihat banyak petani yang diberikan sembako yang terdiri dari beras, mie, telur ayam dan lain sebagainya. Saya menjadi teringat percakapan  pagi itu. Benar bahwa petani sawah menerima beras.

Beberapa bulan yang lalu, saya berdialog dengan direktur Rumah Tani yang baru bung Irvan. Bung Irvan mengatakan perlu riset apa masalah sesungguhnya yang dialami petani tiap daerah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline