Parikan juga sering digunakan sebagai media kritik atas situasi sosial-politik yang terjadi, biasanya dengan unsur komedi. Dengan kata lain, ia menjadi cerminan dari kondisi sosial yang ada di sekitar kita. Kritik-kritik bernada segar dalam parikan tersebut, biasa kita temukan dalam kesenian ludruk khas Jawa Timur.
Seorang seniman ludruk dalam pentas ludruk yang masih murni, diharuskan memiliki kemampuan membuat parikan-parikan segar dan menghibur selama dua jam nonstop. Pemahaman dan kejelian melihat situasi sosial dan meraciknya menjadi barisan-barisan kalimat indah dalam parikan adalah keahlian yang mutlak dituntut dari seorang seniman ludruk.
Awalnya, dia akan menghapal 3-4 parikan yang sudah disusun sebelum pertunjukan dimulai. Kemudian, parikan-parikan berikutnya murni muncul dari improvisasi dan spontanitas. Itulah yang menjadikan kesenian ludruk selalu segar dan tidak membosankan.
Ciri-Ciri Parikan
Semua orang bisa membuat parikan asal memenuhi ciri-ciri parikan seperti berikut ini.
Ada ikatan gatra atau satuan baris.
Memiliki gatra purwaka, yaitu bagian isi atau inti.
Memiliki guru gatra, yaitu aturan mengenai jumlah baris pada setiap bait.
Memiliki guru lagu, yaitu aturan mengenai rima akhir.
Memiliki guru wilangan, yaitu aturan jumlah suku kata pada setiap bait.
Berikut ini beberapa contoh pantun Jowo yang populer.
Wajik klethik, gula Jawa
luwih becik wong prasaja
Manuk emprit nggawa kawat ing wit waru
Dadi murid, kudu hormat marang guru
Berikut adalah tambahan contoh parikan pantun bahasa jowo buat anda
Sumber : http://konsultasisawit.blogspot.com/2011/11/contoh-parikan-pantun-bahasa-jawa.html
Teman - teman ada yang punya pantun bahasa jawa, kalau ada silahkan berbagi di kolom komentar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H