Lihat ke Halaman Asli

Gupita Prajwalitaa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Panjat Sosial, Awal Mula Remaja Kehilangan Jati Diri

Diperbarui: 7 Januari 2024   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan zaman yang semakin maju ini kemudian membawa globalisasi dengan arus yang cepat. Kecepatan arus globalisasi ini kemudian membawa perubahan perilaku komunikasi yang berkaitan dengan perubahan gaya hidup di masa kini. Perubahan gaya hidup ini ikut merubah gaya berkomunikasi yang kemudian membawa manusia pada kelas sosial yang lebih tinggi, terutama pada remaja. Remaja kini lebih maju dalam hal teknologi, sehingga sangat rentan terkena dampak globalisasi dan fenomena sosial (Murfianti et al, dalam: Nisa et al, 2021).

Masa remaja merupakan sebuah masa pencarian identitas dan jati diri. Remaja mengalami krisis priskososial, yaitu krisis identitas diri dan kebingunan diri yang terjadi pada usia 10 sampai 20 tahun (Anindyajati, dalam: Nisa et al, 2021). Pada masa krisis psikososial ini, remaja akan mulai memperhatikan penampilan dan memikirkan bagaimana orang lain memandang diri mereka. Hal ini kemudian mendorong remaja untuk menggunakan barang-barang mewah yang menjadi simbol status sosial, seperti pakaiam, perhiasan, kendaraan, dan barang yang mewah lainnya. Perilaku mewah pada remaja ini didorong atas keinginan mereka agar diterima di lingkungannya, baik dalam segi perilaku, komunikasi, dan cara menempatkan diri pada lingkungannya. Pola hidup yang bebas dan keras ini menjadi ajang agar remaja dapat diterima di masyarakat. Berbagai cara akan dilakukan untuk menaikkan status sosial, baik dengan cara negatif maupun positif. Setiap individu memiliki perbedaan pandangan, seperti ada yang menerima kesederhanaan dan ada yang tidak menerima kenyataan. Remaja yang tidak dapat menerima kenyataan ini biasanya berada di lingkungan yang mewah, di mana teman-teman sebayanya memiliki gaya hidup yang tinggi sehingga muncul rasa malu akan kondisinya yang berada di bawah teman-temannya.

Berdasarkan hal tersebut, remaja menjadi pihak yang memiliki potensi untuk menjadi pelaku panjat sosial. Perilaku ini dilakukan dengan menunjukkan aksesoris yang menempel pada dirinya, bukan prestasi. Media sosial adalah salah satu wadah untuk melakukan kegiatan panjat sosial. Menurut Databoks, tercatat sebanyak 8% penggguna media sosial adalah remaja berusia 13-17 tahun dan 30,8% remaja berusia 18-25 tahun.  Salah satu media sosial yang sedang marak digunakan oleh masyarakat adalah Instagram. Data dari Blogslice menyebutkan ada sebanyak 89 juta jiwa atau sebesar 30% dari jumlah penduduk Indonesia yang menggunakan aplikasi Instagram. Instagram menjadi akun media sosial yang digemari sebab aplikasi ini memiliki banyak fitur. Beberapa fitur dari Instagram adalah post foto, insta-story, reels, direct message, live, dan sebagainya. Fitur yang kerap digunakan oleh masyarakat adalah insta-story dan reels. Insta-story merupakan sebuah fitur dimana pengguna dapat memposting video, foto, maupun teks. Untuk menunjukkan kemewahan diri, biasanya pengguna akan mengunggah foto maupun video yang memperlihatkan barang, lokasi, ataupun makanan yang mewah. Menurut Aprilia et al (dalam Nisa et al, 2021) kebanyakan remaja masa kini beranggapan bahwa semakin aktif mereka di media sosial, maka diri mereka akan lebih keren dan gaul. Remaja berupaya untuk menarik perhatian orang lain dengan cara menampilkan kehidupan yang mewah, seperti makan di restoran dan kafe.

Fenomena ini apabila dikaitkan dengan Teori Psikoanalisis Sigmund Freud maka yang sedang terjadi di dalam diri para pelaku panjat sosial ini adalah kurangnya kontrol diri. Sigmund Freud dalam teori ini mengatakan bahwa perilaku manusia didasari oleh ego, id, dan superego.  Oleh karena itu, panjat sosial merupakan salah satu penyakit sosiologis dan psikologis, dimana seorang individu ingin dianggap tinggi daripada status sosial yang asli. Perilaku abnormal menjadi julukan terhadap pelaku panjat sosial. Hal ini disebabkan karena individu yang terjebak dalam angan yang tinggi sehingga jika angan itu tidak sesuai dengan kenyataan maka mereka akan melakukan segala cara agar angan tersebut dapat tercapai. Untuk mencapai angan tersebut, banyak individu yang memanfaatkan orang lain, barang, atau peristiwa untuk memperoleh keinginannya.

Faktor Penyebab Panjat Sosial

Menurut Nursita (dalam Nisaa et al, 2021) ada beberapa faktor yang mempengaruhi panjat sosial, yaitu:

  • Jenis Kelamin, wanita lebih memperhatikan penampilan daripada laki-laki. Hal ini terlihat dari kesenangan berbelanja baju pada wanita.
  • Sikap, respon yang diberikan ketika individu mendapat perhatian dari orang lain yang kemudian akan mendorong individu untuk mengulangi sikap yang sama agar mendapatkan perhatian.
  • Teman sebaya, individu cenderung akan mengikuti gaya hidup teman sebayanya dalam sehari-hari.
  • Ingin mendapatkan popularitas, mengikuti gaya teman sebaya adalah cara untuk mendapatkan dan mempertahankan popularitas diri sendiri.

Karakteristik Panjat Sosial

Pelaku panjat sosial adalah orang-orang yang suka mencari perhatian agar statusnya naik. Menurut Jong-Fast (dalam Nisaa et al, 2021) pelaku panjat sosial ini memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:

  • Gaya hidup glamor, individu akan lebih percaya diri apabila ia tampil dan terlihat mewah.
  • Menghalalkan segala cara untuk mendaoatkan sesuatu, seorang panjat sosial akan melakukan berbagai cara agar ia dapat terlihat mewah.
  • Popularitas dan kemewahan merupakan kebutuhan, bagi seorang panjat sosial, ia sangat mementingkan popularitas dan kemewahan agar dirinya terlihat menonjol di pandangan orang-orang.
  • Tidak menghargai proses, seseorang yang ‘kaya’ dengan proses panjang biasanya tidak terlihat pamer karena ia biasanya terlihat sukses dan berwibawa. Sikap ini berbanding terbalik dengan perilaku panjat sosial.
  • Kurang bersyukur, pudarnya nila-nilai spiritual yang menyebabkan individu merasa kurang puas akan hal-hal yang dimilikinya sehingga menginginkan hal yang lebih.
  • Mencoba untuk berada di komunikasi yang elit, seorang panjat sosial akan melakukan cara agar ia dapat masuk ke dalam lingkup orang-orang kaya, sehingga ia bisa menjalin pertemanan dengan individu yang lebih tinggi kelas sosialnya.
  • Cara berkomunikasi yang menjilat, seorang panjat sosial tentu tidak ingin reputasinya hancur, maka dari itu biasanya ia memiliki perilaku munafik agar dapat terus diterima di lingkungan yang kaya.
  • Memanfaatkan teman, mencari teman yang kelas sosialnya lebih tinggi agar dirinya bisa memanfaatkan teman dan ikut merasakan kekayaan demu mendapatkan pengakuan dan popularitas.

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa perilaku panjat sosial ini sangat tidak baik, karena pelaku cenderung memanfaatkan teman dan bisa melakukan apa saja demi mendapatkan keinginannya. Panjat sosial ini biasanya dimulai sejak usia remaja, usia yang diperkiraan yaitu 12-21 tahun pada wanita dan 13-22 tahun bagi laki-laki. Penyebab awal mula panjat sosial ini bisa dilihat dari kepemilikan gadget, remaja yang belum memiliki gadget biasanya takut dianggap tidak keren dan kampungan. Hal ini kemudian mendorong remaja untuk mendapatkan barang-barang yang sama dengan teman-temannya. Dengan adanya gadget kemudian dapat mempermudah penyebaran informasi tanpa mengenal ruang dan waktu. Hal ini kemudian di dukung dengan adanya media sosial. Media sosial ini kemudian secara tidak sengaja menjadi ajang popularitas. Dimana seorang individu akan merasa tidak suka terhadap pencapaian individu lain, yang kemudian memunculkan sikap ingin menandingi. Masa remaja adalah masa pencarian indentitas, sehingga banyak dari remaja yang tidak ingin kalah dari teman sebaya. Dalam ajang ini banyak remaja yang kemudian mencari banyak cara agar ia terlihat lebih menonjol daripada orang lain. Biasanya, remaja mencari perhatian dengan mengunggah kehidupan mewah, seperti ngafe dan liburan di tempat yang mahal. Hal ini sebenarnya tidak begitu penting untuk dilakukan, tetapi banyak remaja yang melakukan hal ini demi status sosialnya naik atau disebut panjat sosial. Banyak remaja yang kehilangan jati diri mereka, dan banyak juga yang kehilangan kepercayaan diri. Akibatnya, remaja sekarang cenderung memiliki gaya hidup, gaya berpakaian, gaya pertemanan yang sama.

Panjat sosial ini merupakan masalah yang serius, karena pelaku panjat sosial tidak akan memiliki jati diri dan rasa percaya diri akan apa yang dimilikinya sekarang. Apabila remaja dapat keluar dari fase ini, maka mereka dapat tumbuh menjadi manusia dewasa yang paham akan dirinya. Berbeda dengan remaja yang tidak bisa keluar dari fase ini, mereka akan cenderung tidak memiliki jati diri dan hanya mengikuti orang lain saja sehingga bisa disimpulkan mereka menderita penyakit psikososial.

Dalam mengatasi permasalahan ini, penulis mendapatkan beberapa solusi. Para remaja tidak harus menjadi orang lain ketika ingin di terima di satu kelompok, karena menjadi diri sendiri adalah hal yang menyenangkan. Menjadi diri sendiri bukanlah hal yang mengerikan, tetap berusaha menjadi pribadi yang baik tanpa meniru orang lain. Belajar untuk membentuk jati diri perlu dilakukan sejak remaja, agar tingkat percaya diri semakin terbangun dan tidak mudah goyah. Jati diri harus dimiliki oleh tiap-tiap individu, karena jika meniru jati diri orang lain maka itu sama saja dengan membohongi diri sendiri. Penggunaan media sosial juga perlu dikurangi agar kita bisa memilah dan memilih hal apa yang patut diunggah dan tidak diunggah. Sejatinya, panjat sosial adalah salah satu cara untuk menutupi status ssial aslinya, maka jika ingin menaikkan status sosial, gunakanlah prestasi diri sendiri agar tidak merugikan orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline