Lihat ke Halaman Asli

Strategi Politik Jokowi

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengeksplorasi sosok Jokowi seperti tiada habisnya. Ada saja hal yang menarik untuk diungkap, diperbincangkan dan bahkan dijadikan sebagai bahan kajian maupun perdebatan di ballroom hotel, di kampus hingga di warung kaki lima, warung tenda dan angkringan. Sosoknya yang sederhana, hangat, rendah hati, “nguwongke uwong” (memanusiakan manusia) dan merakyat telah memikat hati masyarakat.  Sulit dibantah saat ini Jokowi merupakan sosok yang paling disayang oleh media. Aktivitas apapun yang dilakukannya  terlihat  seksi di mata media. Apresiasi publik pun mengkristal pada dukungan kepada Jokowi untuk menjadi Capres pada pemilu 2014. Masyarakat dan media telah jatuh hati pada sosok, kiprah dan gaya kepemimpinannya khususnya selama setahun memimpin DKI Jakarta. Hanya butuh  waktu 8 tahun bagi Jokowi untuk bertransformasi dari Zero to Hero. Bagaimana bisa dalam kurun waktu yang relatif singkat Jokowi bisa sefenomenal dan sepopuler sekarang ini dengan pencapaian-pencapaian prestasi kerja yang nyata? Jawabannya ada pada strategi politik Jokowi.

Jokowi adalah politisi ulung. Dia mempunyai cara pandang yang baru dan orisil tentang bagaimana beroperasi di wilayah politik praktis. Kalkulasi dan analisa politiknya terus-menerus diperbaharui. Dia juga berani untuk mencoba menjajaki wilayah-wilayah baru yang belum terpikirkan oleh politisi pada umumnya. Saat politisi pada umumnya puas dengan membuat konferensi pers untuk menyatakan maksud dan tujuannya dan memasang gambar di jalan-jalan, Jokowi memilih  media sosial populer seperti facebook dan twitter untuk sosialisasi visinya. Dan seiring dengan pesatnya arus teknologi informasi, di media sosial publik semakin familiar dengan nama Jokowi. Kejeliannya  membaca 'tanda-tanda jaman" , tren masyarakat modern yang kental dengan aktivitas sosial medianya  dan keberaniannya memperkenalkan hal-hal yang baru yang dikemas dalam tema-tema kreatif terbukti menyumbangkan modal sosial dan simbolik yang kuat terhadap dirinya. Kepiwaian Jokowi di sini tidak hanya mampu memanfaatkan momentum. Ia menciptakannya. Inilah strategi politik yang pertama.

Jokowi kerap menyebut tiga langkah dalam membuat perubahan, yaitu dengan manajemen produk, manajemen branding dan manajemen customer. Penataan kota, pengerukan waduk, relokasi warga ke rumah susun dan pengaturan PKL merupakan bagian dari manajemen produk. Kemudian upaya untuk memberikan identitas Jakarta dengan budaya khas betawi, Pesta rakyat di Monas serta pasar malam bagi PKL merupakan bagian dari manajemen branding kota. Sedangkan upaya keras untuk memacu kerja PNS untuk melayani dan mengabdi masyarakat merupakan bagian dari manajemen customer. Tahapan-tahapan ini secara konsisten dilakukan baik sewaktu menjadi Walikota di Solo maupun sebagai Gubernur DKI Jakarta. Permasalah Jakarta jelas lebih kompleks dan lebih besar daripada di kota Solo. Namun pendekatan manajemen khas Jokowi ini masih efektif diterapkan meskipun perlu adanya modifikasi disana-sini. Menerapkan pendekatan manajemen yang sudah teruji dengan penyesuaian yang perlu merupakan strategi politik Jokowi yang kedua.

Terjun ke lapangan gaya Jokowi alias blusukan tidak aneh lagi bagi warga kota bengawan. Intinya apa yang pernah berhasil dilakukan di kota Solo, dilakukan oleh Jokowi di Jakarta. Selain mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat secara langsung sehingga bisa mencari solusi yang tepat, makna blusukan sebenarnya adalah  jokowi membuka diri untuk menyapa masyarakat baik tua, muda maupun remaja. Bahwa ia adalah pemimpin yang inklusif dan berada di tengah-tengah mereka, mendengar dan mau memahami permasalahan mereka. Biasanya walikota/gubernur cenderung taat akan protokoler namun bagi Jokowi meskipun jadwal kegiatannya padat, ia tetap mempunyai otonomi untuk membuat protokoler tidak begitu kaku. Mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari rakyat dan menyatu dengan rakyat adalah strategi politik Jokowi yang ketiga.

Strategi politik yang keempat adalah meraih simpati publik seluas-luasnya sehingga rakyat tergerak untuk terlibat dan mendukung perjuangannya. Saat Jokowi dibully, dikritik, dicerca dan dihina, Jokowi tidak pernah menampakkan kemarahan apalagi menghujat orang yang mengkritiknya. Namun masyarakatlah yang membela Jokowi dan membully orang-orang yang menyerang Jokowi. Kasus Nurhayati Assegaf yang dibully habis-habisan oleh lebih dari 3000 pelaku sosial media membuktikan hal ini. Mungkin kita masih teringat saat DPRD DKI Jakarta mencoba menggunakan hak interpelasi terkait dengan Kartu Jakarta Sehat (KJS), publiklah yang menghakimi mereka. Jadi Jokowi sangat mumpuni dalam modal sosial dan simbolik.

Jokowi menyadari bahwa modal politiknya lemah namun entah bagaimana Ia berhasil dicalonkan oleh Gerindra dan PDI-P dan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kini pun saat desakan dan dukungan publik kepadanya untuk menjadi calon presiden semakin menguat, Jokowi terlihat adem-ayem dan tetap konsisten mengatakan bahwa hal itu sepenuhnya wewenang Megawati Soekarno Putri sebagai Ketua Umum PDI-P. Bola dilemparkan kepada Megawati sementara Jokowi kejar tayang untuk menunjukkan prestasi kerja di lapangan dan sekarang mulai kelihatan hasilnya. Media massa dan sosial mengapresiasi kinerja Jokowi secara luar biasa dan publik pun menyambut sehingga kejumudan publik dan media massa /sosial menghasilkan tekanan politik yang luar biasa pula. Inilah strategi politik kelima yang betul-betul  cerdas. Diusung oleh masyarakat karena prestasi kerja dan konsekuensinya elit politik harus benar-benar berhitung tentang kemungkinan Jokowi diusung sebagai Capres. Bisa dikatakan ya dan  bisa pula tidak bahwa Jokowi bermain politik secara halus dan elok dengan cara mengkapitalisasi dan mensinergikan dua kekuatan yang dimiliki, yaitu publik dan media untuk memuluskan jalan baginya meraih dukungan politik formal untuk bertarung dalam pilpres 2014.

Terlepas dari setidaknya kelima strategi jitu yang diterapkan  itu, Jokowi memiliki syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi negarawan dan tokoh nasional. Yang menarik dan  masih menjadi misteri sampai saat ini ialah bagaimana cara jokowi berhadapan dengan politisi-politisi yang syarat dengan kepentingan transaksional yang berpotensi menyandera kebijakannya di kemudian hari dan sedemikian rupa mengolah kepentingan-kepentingan itu. Harapan kita semoga kekuatan publik dan media massa mampu meruntuhkan agenda-agenda politik transaksional politisi hitam sehingga ketika diusung sebagai Capres tidak ada beban berat yang menyanderanya. Toh kalau pada akhirnya Jokowi tidak jadi diusung sebagai Capres sebaiknya dibaca sebagai ketidaksiapan elit politik untuk meninggalkan politik transaksional yang menjadi pangkal korupsi di negeri ini.

SELAMAT HARI SUMPAH PEMUDA 28 OKTOBER 2013

Salam dasyat dari kota Solo untuk Indonesia baru

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline