KELOMPOK RADIKAL, INTELIJEN & REKAYASA KONFLIK
Saya mulai ulasan ini dengan sebuah premis yaitu dibalik kelompok atau gerakan radikal ada intelijen yang menyamar. Boleh saja premis ini dianggap tendensius. Pesan yang mau disampaikan kepada publik adalah bahwa negara paling bertanggung jawab terhadap maraknya intimidasi, teror dan kekerasan berbalut intoleransi karena lemahnya penegakan hukum terhadap kelompok radikal tersebut. Itulah tujuan dari tulisan ini. Bahwa konflik horizontal sengaja diciptakan dan direkayasa sedemikian rupa untuk menciptakan persepsi atas kondisi tertentu yang diinginkan oleh kepentingan kekuasaan tertentu. Gamblangnya, ada order proyek rekayasa konflik yang dijalankan oleh inteijen dengan memanfaatkan/menunggangi kelompok-kelompok radikal. Kompensasinya kelompok radikal mendapatkan ruang aktualisasi yang luas selama bisa dikontrol oleh intelijen supaya secara sadar maupun tidak sadar menjalankan agenda tertentu yang diinginkan oleh pemilik proyek.
Aksi sweeping yang dilakukan oleh kelompok preman terorganisir yang terjadi di kampung Kemlayan, Serengan pada 9 Februari 2014 adalah aksi yang kesekian kalinya terjadi di kota Solo dan yang jelas masih akan terjadi lagi aksi-aksi semacam itu di kemudian hari. Mengapa demikian? Sebab polisi seolah-olah tidak berdaya melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap kelompok preman tersebut. Padahal fakta-fakta di lapangan saat kelompok preman itu bergerak cukup banyak untuk membuat polisi bertindak. Pertama, kelompok tersebut berkumpul di titik-titik tertentu, mengenakan penutup muka supaya tidak dikenali yang mana ketika mereka melakukan sesuatu yang melanggar hukum, cukup sulit untuk dikenali. Kedua, kelompok tersebut melengkapi diri dengan senjata tajam yang seharusnya bisa dikenai Undang-Undang Darurat. Ketiga, dalam aksi sweeping kelompok preman tersebut mengintimidasi, menteror dan tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan (penganiayaan) terhadap warga masyarakat. Pertanyaannya, mengapa polisi tidak berani bertindak?
Apalagi jawaban yang lebih masuk akal selain bahwa institusi negara yang lebih superior terlibat sehingga mampu membuat polisi setempat tidak berkutik? Tidak masuk akal kalau polisi mengatakan bahwa aksi kelompok tersebut tidak terdeteksi dan luput dari pengawasan intelijen. Namun di lain waktu saat kelompok preman terorganisir tersebut beraksi, malah mendapat pengawalan polisi. Persoalannya aksi sweeping bukanlah barang yang baru di kota Solo. Pastilah polisi mengenal orang-orang yang terlibat di situ, tempat-tempat berkumpul, pola pergerakan dan sasaran sehingga polisi bisa membuat langkah-langkah secara terukur baik secara preventif maupun represif. Diamnya polisi semakin menguatkan dugaan bahwa aksi sweeping untuk membenturkan kelompok preman terorganisir dengan masyarakat adalah proyek yang dilakukan oleh aparat keamanan negara untuk memenuhi pesanan kelompok kepentingan ekonomi-politik tertentu.
Tidakkah pernah terpikirkan oleh kita bahwa diantara orang-orang yang menyembunyikan wajahnya di balik helm dan penutup kepala adalah anggota intel polisi ataupun aparatur negara lainnya? Lalu apakah ini yang menjadi alasan aparat kepolisian enggan melakukan pemeriksaan KTP untuk mengetahui identitas dan domisili anggota-anggota kelompok preman terorganisir tersebut sebab itu artinya jeruk makan jeruk dan berisiko menggagalkan proyek yang berjalan. Kelompok radikal selalu merupakan kelompok yang kecil. Kalau pada masa lalu kelompok radikal disusupi oleh intelijen untuk dipatahkan pergerakannya atau dibuat invalid, saat ini kelompok radikal justru dipelihara sejauh bisa dikendalikan dan dapat menjalankan agenda-agenda yang diinginkan oleh kepentingan kekuasaan ekonomi-politik tertentu. Bahkan apabila disuatu wilayah tidak ada, intelijen bisa menciptakan kelompok radikal untuk mengelola konflik dan mengambil keuntungan dari konflik itu.
Jelas tidak mudah untuk membongkar operasi-operasi intelijen hitam semacam itu yang saat ini marak. Namun pola-pola gerakannya bisa kita deteksi dan kita analisa supaya kita bisa mengambil keputusan yang benar, tidak gegabah. Bukan ide yang bijak pula apabila masyarakat memutuskan melakukan perlawanan fisik terhadap preman terorganisir tersebut sebab memang konflik berkelanjutanlah yang diinginkan. Yang saya sarankan, kita perlu mengarahkan kemarahan, kejengkelan dan keprihatinan kita kepada institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mempunyai tugas untuk melindungi dan melayani masyarakat denga penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu. Preman terorganisir tersebut bisa eksis dan melakukan tindakan polisional dan semena-mena sebab polisi tidak melakukan penindakan hukum secara tegas. Itulah masalah utama, yaitu inkompetensi polisi. Padahal dalam negara demokrasi, penegakan hukum bagi mereka yang melanggar dan mengacak-acak ruang publik wajib hukumnya. Sebab apabila tidak, akan terjadi gejolak di tengah masyarakat yang berakibat main hakim sendiri, yang mana ironisnya diharapkan dari intelijen hitam. Buktikan bahwa premis yang saya ajukan salah!
Masyarakat perlu bersama-sama secara koordinatif menuntut Kapolda, Kapolres, Kapolsek untuk diturunkan pangkatnya dan dimutasi apabila enggan, ogah-ogahan, tidak serius dan tidak mempunyai itikat melakukan tindakan hukum terhadap kelompok preman yang gemar melakukan intimidasi, teror dan kekerasan tersebut. Itu adalah bentuk hukuman dari masyarakat kepada polisi. Kita tidak perlu ragu-ragu untuk melakukan aksi protes dan demo di halaman polres dan polsek setempat dimana TKP sweeping terjadi dan tidak ada tindakan hukum. Bahkan apabila diperlukan kita bisa melayangkan mosi tidak percaya dan petisi terhadap pucuk-pucuk pimpinan polisi. Bibit-bibit konflik horizontal harus mampu kita rubah menjadi konflik vertical antara masyarakat yang teraniaya dengan aparat kepolisian yang inkompeten dan impoten. Negara harus digugat dan negara harus mau bertanggung jawab. Selama kita tidak melakukan upaya untuk memberikan efek jera kepada aparat kepolisian sekaligus dukungan moral, sweeping demi sweeping akan terus terjadi. Keputusan ada ditangan anda!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI