Lihat ke Halaman Asli

guntursamra

Abdi Masyarakat

Sungguh, Aku Pernah Melihat

Diperbarui: 6 Oktober 2020   13:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : dakwatuna.com

Aku pernah melihat angin yang marah. Angin yang adalah udara yang beterbangan ditiup dari mulut Tuhan. Mengerdilkan keangkuhan manusia, tatkala derunya merobohkan gedung-gedung tinggi dan rumah-rumah mewah, tempat kesombongan bersemayam dari orang-orang berdasi dan penghamba materi.

Aku juga pernah melihat angin, menghempaskan pohon yang umurnya jutaan hari, di belakang rumah yang beratap rumbia milik ayahku satu-satunya dan sangat dibanggakannya. 

Aku sering melihat angin, merebahkan padi yang telah menguning, tempatnya ratusan bahkan ribuan harapan petani-petani bertahta yang terlanjur terjebak dan tak mampu lepas dari cengkeraman para tengkulak.

Aku kerap melihat angin, menggelincirkan kapal-kapal nelayan milik saudagar-saudagar pelit, lalu hancur berkeping dan tenggelam ke dasar laut tanpa bekas dan lenyap.

Tapi, aku biasa melihat angin, berhembus pelan dan perlahan, membaringkan jiwa-jiwa manusia di atas balai bambu yang berteduh dari rindangnya pohon kesederhanaan. 

Aku pun terkadang melihat angin, bergerak sepoi mengeringkan peluh tukang becak dan para buruh kasar, yang duduk manis dan bersandar pada dinding-dinding kesyukuran.  

Akhh..

Sungguh, aku pernah melihat.

Sinjai, 6 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline