Lihat ke Halaman Asli

guntursamra

Abdi Masyarakat

Dirawatnya Sebait Puisi yang Tersisa

Diperbarui: 3 Oktober 2020   09:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: idntimes.com

Kota yang tak pernah tidur, memandang desaku dari kejauhan. Ada guratan kecemburuan di dahi kiri dan mulai menua. Disekanya peluh yang terus saja mengalir, tak pernah berhenti dikuras ketamakan. Mungkin telah lelah.

Dihirupnya udara pagi lewat kantong yang sengaja disimpan di saku bajunya. Sebab, udaranya telah penuh bau kemenyan dan kecurigaan.

Lewat bola matanya yang telah letih, ditatapnya miris manusia yang tak pernah puas berlomba mengejar, tentang sesuatu yang ditinggalkan dan meninggalkannya.

Kota yang tak pernah tidur itu memanggil di kejauhan. Dirawatnya sebait puisi yang tersisa. Tempatnya nanti untuk kembali.

Sinjai, 3 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline