Seperti biasa hari ini, aku menikmati sore di salah satu warung kopi yang entah sama entah beda dengan sore kemarin. Duduk di antara wajah-wajah pemuja kopi yang di kedua telinganya yang berdaun itu tersangkut tali-tali masker.
Lalu kulihat meja-meja yang berderet di depan wajah-wajah itu lebih memilih diam. Mungkin sudah muak mendengar kalimat dari pikiran yang masih saja garing sejak dulu, ataukah telah bosan menikmati kata-kata perih dari mulut melangkolis yang sedikit luka.
Sementara aku yang duduk di sini, sendiri menepi menikmati kopi yang masih mengepul. Menangkap ratusan bahkan puluhan kata-kata dari mulut-mulut yang kadang gerah diselingi letih. Seperti meja itu, aku pun lebih memilih diam.
Perbincangan seru beterbangan di udara, masalah anak yang mulai jenuh terus di rumah, perkara dompet yang kian hari kian gelisah, soal istri muda yang ketakutan diracuni istri tua, atau tentang covid yang maki hari makin ganas.
Ah, tak terasa sore itu kini nyaris menjemput senja. Bersama kopi dan meja pendiam itu, aku memungut sisa-sisa kata yang masih berhamburan. Akan kusimpan di saku bajuku. Bersamanya, aku ingin pulang.
Sinjai, 16 September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H