Aku menyebutnya malam. Saat matahari tak lagi mampu merawat senja. Lalu keningmu dipenuhi kegelapan, satu-satunya cahaya tanpa warna.
Tak perlu kita berdebat mengapa ada cahaya tanpa warna. Bukankah hening tak selamanya diam. Seperti aku, gemuruh tapi sepi.
Siang dan malam sama-sama terang, sama-sama gelap. Ia hanyalah pergantian, sebuah keharusan yang tak bisa terbantahkan. Tempatnya manusia mempelajari diri, bahwa tak ada yang kekal dan abadi.
Lalu, mengapa ada terang dan gelap diciptakan, tanyamu.
Sebenarnya ia terang sekaligus gelap. Itulah keterbatasan. Bukti ketidaksempurnaan dan kekurangan.
Aku menyebutnya malam. Kala cahaya terang berubah menjadi cahaya gelap.
Sinjai, 15 September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H