Kuterjemahkan jejakmu bersama malam yang kehilangan bintang. Kuabadikan di atas lembaran-lembaran kertas kegelisahan, yang kutulis dengan tinta keresahan.
Kubiarkan itu selalu. Agar aku terbiasa. Sebab aku belum mampu menghapus warnamu, sampai hari ini. Walaupun aku tahu itu menyiksa.
Lalu, suara-suara lengang menggelinding di kepalaku. Bergerak dan berpendar. Hanya ada nama dan senyum mengusik di situ, dan itu kamu.
Malam larut. Seperti aku yang juga semakin larut. Tentang wajah, tentang rambut, tentang janji. Dan aku masih di sini. Dengan sepi yang mulai letih, bersama terjemahan jejak di atas lembaran-lembaran kertas yang semakin gelisah.
Sinjai, 10 September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H