Masihkah ada bahagia merawat tanya di keningmu?
Andaikan, titik dan embun hanyalah catatan pagi yang jatuh melunglai tanpa arti, ataukah rinai dan hujan tak lebih dari sekedar coretan senja yang melintas tanpa makna.
Lantas, untuk apa air dan mata terus bertemu di ujung muara? Kalau akhirnya, penyesalan telah menggali kuburannya dan kanal kecewa telah kehilangan jejak penawarnya.
Meskipun kutahu, ia adalah endapan rasa yang terurai menetes satu persatu dari hatiku. Dan isaknya adalah cara menetralkan sedih juga perih di dadaku.
Lalu, untuk apa menikmati senyum di matamu? Kalau ia hanyalah pelarian sesakmu.
Kuterima ia, setabah yang kupunya dan sekuat yang kumampu. Biarlah batu dan nisan berdiri merapikan namaku. Mungkin dengan itu, titik dan embun bukan lagi catatan pagi, serta rinai dan hujan tak sekedar coretan senja.
Sinjai, 5 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H