Barangkali kita semua pernah menyaksikan iring-iringan kendaraan yang mengantar jenazah atau mayat di jalan raya. Iring-iringan tersebut biasanya didahului oleh beberapa pengendara bermotor yang salah satu diantaranya diberi tugas untuk membawa bendera putih yang diikatkan pada sebuah batang bambu atau kayu, menandakan bahwa rombongan tersebut adalah pengantar jenazah.
Sekilas kita lihat, tak ada yang salah dengan iring-iringan pengantar jenazah tersebut. Hanya saja, terkadang pengiring yang mengendarai kendaraan bermotor dan biasanya didominasi anak muda sering melakukan tindakan yang jauh dari sikap terpuji.
Bayangkan saja, kita (pengguna jalan yang lain) diminta untuk memperlambat atau menghentikan kendaraan dengan tujuan mendahulukan iring-iringan pengantar jenazah tersebut, tapi cara memintanya terkesan memaksa, dan biasanya diikuti dengan teriakan kepada pemakai jalan lain yang kebetulan berada di sekitarnya dalam bentuk makian atau menggunakan gerakan seakan-akan menghalau yang kesannya propokatif dan sengaja memancing keributan.
Sebenarnya, tanpa melakukan tindakan seperti itu, kita sebagai pengguna jalan tetap akan memberikan ruang kepada iring-iringan pengantar jenazah tersebut, atau dengan kata lain mendahulukan kepentingan mereka. Hanya saja, biasanya kondisi dan situasi saat itu untuk memperlambat atau menghentikan laju kendaraan secara tiba-tiba tidak memungkinkan, sebab kita mesti tetap memperhitungkan keselamatan pengendara lain yang berada di belakang kita.
Hal inilah yang sering tidak mau dimengerti oleh pengendara iring-iringan pengantar jenazah pada umumnya, sehingga apabila kita lamban memperlambat atau menghentikan laju kendaraan, dianggap tidak mau mematuhi keinginan mereka. Padahal, jalan raya yang berfungsi sebagai salah satu fasilitas umum merupakan milik bersama dengan hak penggunaan yang sama, tanpa ada yang merasa lebih atau dilebih-lebihkan dibandingkan yang lain.
Mendahulukan iring-iringan pengantar jenazah adalah hal yang diwajibkan dalam undang-undang, hal ini dapat kita lihat pada undang-undang Peraturan Pemerintah, seperti yang dikutip penulis melalui motorplus-online.com (28/03/2019). Pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, dalam Pasal 65 ayat (1) disebutkan, bahwa pemakai jalan yang wajib didahulukan adalah sebagai berikut :
1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas.
2. Ambulans yang mengangkut orang sakit.
3. Kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.
4. Kendaraan Kepala Negara (Presiden dan Wakil Presiden) atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negara.
5. Iring-iringan pengantar jenazah.
6. Konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat.
7. Kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.
Hanya saja, meskipun dibolehkan dan dilindungi oleh undang-undang, semestinya pengendara iring-iringan pengantar jenazah tidak boleh bertindak seenaknya terhadap pemakai jalan yang lain, sebab tidak ada satupun alasan yang membolehkan mereka bertindak di luar kewenangan sebagai bagian dari pemakai jalan.
Kalaupun mereka bertindak demikian dengan dalih untuk mempercepat (mensegerakan) proses perjalanan jenazah dari rumah duka ke pekuburan, tentu hal ini juga tidak bisa dibenarkan, sebab hal seperti itu merupakan tugas pihak kepolisian. Seperti yang diatur dalam Undang-undan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, pada pasal 65 ayat (2) disebutkan, bahwa semua pemakai jalan yang wajib didahulukan harus disertai pengawalan petugas yang berwenang atau disertai dengan isyarat atau tanda-tanda lain.
Merujuk dari kutipan ayat (2) di atas, maka sangat jelas dinyatakan bahwa yang memiliki tugas untuk melakukan pengawalan adalah pihak yang berwenang dalam hal ini kepolisian, bukan dikatakan pengawalan dari pihak keluarga jenazah atau pengantar iring-iringan jenazah.