Lihat ke Halaman Asli

Swasembada Pangan, Mungkinkah?

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14196371251110747752

[caption id="attachment_386383" align="aligncenter" width="300" caption="Jokowi bagi-bagi traktor. Kapan sampai kekampung kami pak?(Sumber : news.detik.com)"][/caption]

Harapan baru dengan adanya swasembada pangan bagi rakyat Indonesia adalah sebuah angan-angan yang saat ini saya anggap mustahil. Sebagai anak petani rasanya angan-angan pak Jokowi perlu dijadikan semangat baru. Dengan membagikan 1000 traktor adalah sedikit bukti Jokowi untuk menciptakan angan-angan tadi.

Rasanya impian itu memang suatu "mission imposible" jika kita hanya selamanya mimpi. Sehingga mimpi itu tidak dijadikan kenyataan setelah kita semua terbangun. Bagaimana mungkin swasembada pangan akan terwujud manakala petani tidak mampu menjadi bagian terpenting dari proses pembangunan bangsa.

Petani selama ini hanya sebagai sektor pekerja yang menjadi pemasok bahan pangan bukan menjadi alat produksi yang memang harus diutamakan. Harga hasil panen tidak berjalan seimbang dengan produksi yang dilakukan. Bayangkan saja berapa harga gabah kering atau sekilo jagung hasil panen petani.

Jika hasil produksi dihitung secara matematis tidak mendapatkan keuntungan yang signifikan untuk kelangsungan hidup para petani dan keluarganya. Maka tidak heran jika para petani selama ini hanya menjadi masyarakat bawah. Masyarakat bawah yang tidak memiliki hasil dengan hasil pertaniannya.

Hasil pertanian hanya dijadikan tabungan untuk makan sehari-hari karena memang akn sangat murah jika dijual. Seperti kebiasaan bapak saya, setiap panen padi bapak saya tidak akan menjual hasil panen seluruhnya. Hanya sebagian saja yang dijual, dan itupun tidak banyak. Padi dijadikan cadangan makanan setiap hari.

Lebih-lebih jika sebagai petani penggarap yang lebih menekankan faktor tenaga. Karena sawahnya mereka harus sewa yang dibayar setelah panen. Hasil panen dibagi sesuai presentase kesepakatan awal.

Mimpi swasembada pangan hendaknya ditengok berbagai macam aspek untuk mewujudkan. Saya cukup gembira apalagi jika traktor-traktor itu bisa datang kedaerah kami. Jadi para petani di daerah saya semcam bapak saya tidak lagi sewa traktor yang cukup mahal. Ataupun jenis perhatian pemerintah dalam sektor pertanian menjadi suatu yang diharapkan.

Seolah-olah sumbangan pemerintah dalam sektor pertanian hanya faktor luck untuk mendapatkannya. Bukan sebuah paket menyeluruh terhadap para petani secara reguler dan merata. Begitu mendengar pak Jokowi membagikan traktor saya cuma ngiler dan berandai-andai jika keluarga petani dikampung saya juga mendapatkannya.

Adapula beberapa tempat lahan pertanian dikampung tempat tinggal saya menjual sawah untuk didirikan pabrik atau perumahan. Praktis dengan adanya demikian swasembada pangan hanya menjadi impian utopis. Lahan pertanian semakin berkurang, penduduk semakin banyak adalah indikasi yang perlu diperhatikan serius.

Namun, saya yakin pak Jokowi serta para menteri dan staf ahlinya sudah memikirkan itu. Sekali lagi keyakinan itu memang harus diwujudkan dengan berbagai tindakan riil jika tidak ingin dikatakan hanya menjadi mimpi selamanya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline