Kita masih ingat betapa besarnya antusias masyarakat dan media memperhatikan proses sidang Jessica, kasus kopi sianida Mirna. Bukan artis, bukan pejabat publik, bukan pula pembunuhan massal, persidangan Jessica ditonton layaknya kasus yang mampu menjungkirbalikkan republik tercinta.
Namun, saat sidang banding menghasilkan keputusan, liputan berbagai media sangat minim, masyarakat sudah tak peduli. Hidup tetap normal, warung kopi masih lebih tertarik ngomongin Ahok, dan suap E-KTP. Berikut berita hasil sidang banding Jessica.
Detik.com per 13 Maret 2017 mewartakan dengan judul " Banding Ditolak, Pengacara: Jessica Kaget, Menangis dan Sedih Sekali ".
Berita tersebut tidak tergolong dalam headline, tidak banyak komentar dari berbagai pihak. Tidak banyak sorotan kamera televisi. Semuanya jauh berbeda dengan persidangan di pengadilan negeri saat hakim memutuskan Jessica bersalah.
Hingar bingar dari yang pro dan kontra terhadap Jessica pada dasarnya hanya berada dalam mind game. Akibatnya, muncullah perilaku yang begitu kuat, berupa penantian hasil pertandingan. Sama seperti atlet, Ia hanya dibicarakan saat pertandingab dan sesaat setelahnya.
Jessica sudah kembali diposisikan orang normal yang sedang berperkara. Jessica tidak lagi dibawah tekanan publik yang begitu berlebihan mengeksploitasinya. Jessica dapat dengan tenang memperjuangkan apa yang ia anggap benar dipengadilan.
Tingginya liputan media dalam sidang Jessica menjadi hambar, saat masyarakat tidak menempatkannya sebagai pembelajaran. Pandangan para ahli dan kelihaian pengacara dan jaksa menjadi kurang bermakna, karena riuh yang terjadi hanya dalam konteks game.
Apa yang dipikirkan dalam ranah metakognisi atas kasus Jessica bukanlah konteks untuk melakukan renungan dan perbaikan diri. Kubu-kubuan yang terjadi bukan dalam domain metakognisi sebagai nilai-nilai, melainkan hanya sekedar keegoan untuk memenangkan tebakan.
Dalam ranah metakognisi, perbuatan sesorang sangat bergantung dengan self motivation, sehingga tampilan luar dan hingar bingar sebenarnya hanya bungkus dari konsekuensi dari motivasi yang ada dalam metakognisi. Benar, begitu banyak masyatakat yang radikal dalam menyikapi kasus Jessica, namun kembali lagi motivasi dasarnya lah yang menentukan, apakah pasca pengumuman sidang sikapnya masih sama pedulinya.
Kepedulian dan antusias menyaksikan kasus Jessica oleh sebagian besar bukanlah berangkat dari nilai-nilai yang dianggapnya dilanggar. Akibatnya, setelah Hakim memutuskan sidang, yang terjadi adalah "bye bye Jessica.
Oleh karena itu, tak perlu heran ketika pilkada DKI, ada begitu banyak silang pendapat, ada begitu banyak konflik, ada saling hujat, tetapi pasca pilkada, pihak yang pilihannya menang sudah tidak peduli atas pencapaian kinerja, hal yang sama dengan yang kalah. Pilkada hanya untuk seru-seruan, bukan perang ideogi dan lain sebagainya.