Lihat ke Halaman Asli

Salah Kaprah Bangku Prioritas Kereta Api

Diperbarui: 13 Maret 2017   18:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat kita naik komuter line, kita dapat melihat ada tulisan tempat duduk prioritas di pojok baik sebelah kanan maupun kiri. Tidak hanya itu, melalui microphone ada rekaman yang diperdengarkan agar penumpang memberikan tempat duduk prioritas bagi penumpang lansia, ibu hamil, disabilitas, anak kecil. Sepintas, hal tersebut tidak bermasalah, tetapi mari kita telaah lebih lanjut.

Apakah dalam hidup, apakah untuk nilai-nilai kemanusiaan syarat dan kondisi berlaku hanya untuk ruang dan waktu tertentu. Apakah kemanusiaan tidak berlaku saat Anda dalam wilayah geograpi tertentu, apakah ada musim tertentu ada boleh mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

Dari sudut pandang metakognisi, aturan kereta api tersebut menunjukkan pemikiran parsial dalam menjalankan kehidupan. Kalau saya sudah memberikan sebagian porsi, maka gugurlah kewajiban. Jika kereta api telah memberikab 12 kursi per gerbong, maka hal tersebut dianggap sudah cukup. Tidak perlu melihat dalam kondisi tertentu, jumlah yang membutuhkan jauh lebih banyak.

Bagi para penumpang yang oportunis, ia akan menyandarkan sikapnya pada aturan. Jika saya tidak duduk di bangku prioritas, maka saya tidak perlu berbagi untuk kemanusiaan. Saya sudah menjalankan aturan. Nilai kemanusiaan dilakukan sebagai warga negara kereta api, bukan warga negara kemanusiaan (Tuhan). 

Seyogianya, aturan tentang jatah  alokasi bangku prioritas dihapuskan. Karena kemanusiaan tidak dapat dijatah. Seluruh bangku di kereta api adalah prioritas untuk kemanusiaan. Sehingga, kita bisa dengan segera mengingatkan penumpang yang tidak membagi bangkunya, hanya karena alasan bukan tergolong bangku prioritas. Sehingga, besok tidak lagi dijumpai penumpang yang pura -pura tertidur karena menghindari kewajibannya. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline