Lihat ke Halaman Asli

Pembelajaran Mahasiswa Melalui Film Habibie (Tinjauan Metakognisi)

Diperbarui: 8 Maret 2017   15:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selama ini bahan ajar perkuliahan berasal dari berbagai buku teks yang tebal dan jurnal-jurnal ilmiah. Seperti biasa, buku teks dan jurnal akan menghantarkan pemikiran Penulis tentang pemikirannya. Bahkan, buku teks dan jurnal dianggap sebagai sumber bacaan yang sakral, sehingga setiap mahasiswa harus mempelajari secara persisten.

Dalam satu kesempatan, Saya berkesempatan untuk melaksanakan pembelajaran melalui film untuk satu mata kuliah yang membutuhkan pemahaman abstraksi. Alhamdulillah, saat diskusi di kelas, materi abstraksi yang selama ini sulit sekali saya hantarkan menjadi begitu mudahnya. Kuliah ini yang awalnya dianggap mahasiswa jelimet menjaid lebih sederhana.

Film yang saya tugaskan untuk ditonton berjudul “ Rudi Habibie “. Film ini dipilih untuk menjelaskan bagaimana pengacuan seorang individu (Habibie) terhadap perilaku ekonomi dan bisnis. Dalam film ini, pengacuan yang selama ini sulit dimaknai oleh mahasiswa menjadi gamblang. Keputusan Habibie untuk memilih dan menekuni industri dirgantara dapat dipahami sebagai sebuah keputusan yang utuh. Ada begitu banyak perjalanan hidup dan rentetan kejadian yang membawa makna, sehingga keputusan Habibie konsisten sampai saat ini.

Filosopi hidup, nilai-nilai hidup dapat diwujudkan melalui film ini. Selama ini mahasiswa selalu membenturkan diri terhadap definisi dalam setiap istilah yang ia harus pelajari. Mahasiswa menjadi stagnan, karena membatasi diri untuk mampu menginterpretasikan secara mandiri. Mahasiswa menjadi sangat bergantung dan mengantungkan diri dengan konsepsi yang baku. Melalui menonton film Habibie, mahasiswa menjadi berani keluar untuk menggunakan nalarnya secara mandiri, untuk kemudian melakukan penalaran atas film yang ditonton.

Dalam film Habibie, filosopi “ mata air ” yang dideskripsikan dengan begitu baik, membuat mahasiswa paham apa itu filosopi, tanpa harus memperdebatkan rujukan definisinya. Melalui scene yang begitu apik, mahasiswa menjadi paham apa itu nilai-nilai hidup. Nilai-nilai hidup yang dapat dipahami dari gambaran Habibie mau mempertaruhkan keamanannya, mempertaruhkan karirnya sampai mengalahkan rasa cinta seorang pemuda kepada gadis pujaannya. Pembelajaran tentang nilai-nilai hidup menjadi begitu mudah dimengerti.

Terkait dengan disertasi Saya tentang metakognisi, akhirnya saya buka kembali konsepsi yang dapat menjawab  mengapa metode menonton film dapat menjadi alternatif dalam hal pembelajaran orang dewasa. Satu hal yang dapat menjawab adalah kemampuan belajar sangat dipengrauhi oleh kemampuan pembelajar untuk melakukan regulasi pembelajaran yang tepat, dalam istilah akademik dikenal dengan (self regulated learning). Artinya mahasiswa tahu bagaimana mengatur dirinya sendiri melakukan pembelajaran. Kemampuan mereka untuk mengelola pembelajarannya merupakan ranah metakognisi.

Metakgonisi berbeda dengan kognisi. Metakognisi merupakan sesuatu yang mengontrol kognisi. Dalam pembelajaran yang klasik, peserta belajar secara tidak langsung sudah memiliki pemikiran di ranah metakognisi untuk mengikuti dan menuruti apa yang dipikirkan oleh bahan ajar. Prilau sakralisasi produk buku ilmiah menyebabkan secara tidak langsung metakognisi mahasiswa adalah ia bukanlah seseorang yang independen, ia adalah pengikut dari bahan ajar, bukan berstatus pemakna. Ia adalah objek dari pembelajaran. Konsekuensinya, pembelajar tidak akan memaksimalkan akal pikirnya untuk memberikan makna terhadap apa yang dipelajari.

Media film memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mengatur pembelajarannya. Dari sisi sakral, mahasiswa yang menonton tidak memposisikan penulis skenario sebagai seorang ilmuan. Mahasiswa tidak merasa berdosa jika mengkritik, menyangkal dan memberikan penilaian. Akibatnya, dalam ranah metakognisi, mahasiswa mampu memotivasi diri untuk mempelajari. Mahasiswa yang menjadi subjek dalam pembelajaran.

Selain itu, untuk pembelajaran yang tergolong tingkat tinggi seperti mata kuliah Saya. Mahasiswa dituntut untuk mampu berpikir integratif. Mata kuliah yang bukan tergolong tools teknis membutuhkan keterlibatan konteks dan lingkup yang jauh lebih luas. Hal-hal ini sulit disampaikan melalui kata-kata dalam teks. Hal ini butuh pengkondisian situasi untuk menumbuhkan kemampuan metakogniti dalam hal mengintegrasikan berbagai informasi. 

Film memberikan sesuatu yang tidak dimiliki buku teks, yaitu pengkondisian melalui audio dan video. Filosopi hidup, nilai-nilai hidup yang selama ini saya hantarkan melalui buku tidak lebih baik dibandingkan melalui film Habibie, karena konsep tersebut dijelaskan melalui rangkaian scene yang menumbuhkan rasa. Scene tentang respek Habibie terhadap bapaknya, Scene tentang kehangatan Bapaknya, menjadikan pesan explisit “ mata air” menjadi hidup. Frase mata air tidak lagi dimaknai dalam hal kognitif, tetapi lebih jauh telah mampu melibatkan metakognitif mahasiswa.

Pentingnya tinjauan pembelajaran metakognitif menjadikan tantangan bagi para pengajar. Metakognitif bukanlah menjadikan anak didik menjadi tukang, atau data skrip tulisan teks. Metakognitif membutuhkan rasa, sehingga ia tidak dapat dilakukan dengan model paksaan dan intimidasi yang selama ini terjadi di perkuliahan. Pembelajaran metakognitif akan berhasil, jika pembelajar memiliki self motivationI. Bukan motivasi dari eksternal seperti ingin mendapatkan nilai kuliah yang bagus atau terhindar dari kegagalan kuliah. Metakognitif akan efektif, jika mahasiswa memiliki motivasi belajar dalam dirinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline