Lihat ke Halaman Asli

Di IPB, Serasa Kuliah di Hongkong

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Serasa kuliah di Hong Kong dan jadi pencilan dari 100 mahasiswa! Itulah gambaranku saat teringat aku kuliah Jurusan TPG. Dari sekian banyak jurusan di IPB aku ternyata "terpelosok/terjerumus" ke Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi (TPG), Fakultas Pertanian, IPB. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi (Food Technology) ada di dalam Fakultas Teknologi Pertanian, bersama Jurusan Teknologi Industri Pertanian, dan Mekanisasi Pertanian, adalah satu jurusan favorit saat itu. Di mana para lulusannya banyak yang menjadi orang penting di perusahaan besar di bidang industri makanan dan minuman di seluruh Indonesia. Sebutlah perusahaan nasional, produsen produk-produk minuman susu, sirup, mi instan, dsb, hampir bisa dipastikan ada lulusan TPG di sana. Itu yang saya pahami saat itu dan saya ketahui sampai saat ini.

Mengapa aku merasa terjerumus di sana? Lolos dari Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan naik ke tingkat 2, aku sempat bingung karena keterbatasan informasi tentang penjurusan. Ya akhirnya hanya dapat info dari para kakak kelas dari Solo (yang tergabung dalam Paguyuban Mahasiswa Asal Solo).  Aku disarankan memilih jurusan favorit saat itu, Agronomi dan TPG.  Karena mereka melihat nilaiku cukup lumayan saat itu. Padahal mungkin dibanding seluruh mahasiswa tingkat satu secara keseluruhan nilai itu di bawah rata-rata.....

Di tengah minimnya pemahaman tiap jurusan dan informasi yang aku dapat, akhirnya aku masuk Jurusan TPG. .... Nah saat masuk baru deh ketahuan.... lebih dari 50% mahasiswanya adalah dari keturunan Tionghoa. Dan ketahuan kemudian, jelas mereka sangat tekun dan cerdas-cerdas. Kalau kuliah semua bangku deret terdepan diduduki oleh mereka. Mereka sangat bersemangat, dan selalu datang lebih awal.

Nah akuu...??? Aduuuuhhh... ampun ini pelajaran yang susah setengah mati atau memang aku yang bodo ya.....  Apalagi aku harus mikir keuangan (kiriman uang) yang terbatas. Beda dengan mereka yg kebanyakan datang dari golongan mampu, jadi mereka hanya fokus pada pelajaran kuliah.

Alhasil, jika nilai teman-temanku berkisar, 3,5 sampai 4. Maka nilai-nilaiku hanya berkisar 2,5 sampai 3.  Tapi tentu ada juga teman-teman yang pribumi bisa menyaingi prestasi mereka. Ada yang summa cun laude bahkan, sebutlah Ainul Yaqin, Irliek Irnastiti, Irwandi, dsb.

Bila dipikir-pikir sekarang, rasanya aku sangat beruntung bisa lulus! Untunglah aku mendapat bimbingan dari dosen pembimbing yang baik hati, Ibu C. Hanny Wijaya. Yang mau dengan sabar membimbing dan mendampingi aku sampai anak bimbingnya ini lulus.... Bukan kepada aku saja beliau dipandang sangat baik, tetapi juga kepada anak bimbing lainnya.

Memilih Bu Hanny menjadi dosen pembimbing sebenarnya juga ada unsur dilematisnya, karena beliau adalah salah satu pakar flavor di IPB, bahkan mungkin di Indonesia, jadi aku diminta melakukan penelitian tentang flavor. Flavor daun jeruk purut yang harus diekstraksi dan dijadikan dalam bentuk bubuk/serbuk dengan vacuum drying.  Masih aku aku ingat saat aku belanja daun jeruk purut berkarung-karung ke Pasar Induk Kramatjati untuk didestilasi di BPIHP Bogor, lalu dibuat bentuk bubuk (dengan proses vacuum drying) di laboratorium Jurusan TPG di Darmaga.

Alhamdulillah, aku bersyukur bisa lulus, walau merasa jadi mahasiswa yang paling bodoh di kelas.  alhamdulillah bisa mendapat pekerjaan juga, walaupun tidak seratus persen sesuai dengan bidang studi yang aku pelajari waktu di IPB. Terima kasih ayah dan ibu, terima ibu Hanny. Alhamdulillah, anak kampung ini sudah bisa merasakan "kuliah di Hongkong".




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline