Transjakarta manajemennya amburadul. Yang saya ceritakan ini mungkin hanya sebagian kecil kejadian yang terjadi di halte-halte busway di seluruh Jakarta. Sebagaimana kita tahu, mulai hari ini, Sabtu, 1 November 2014, seluruh koridor busway mengahruskan penumpangnya memakai e-tiket. Rasanya masyarakast pemakai busway maklum dengan ini. Tapi jangan sampai kejadian seperti ini terus terjadi, ketika kita membayar dalam memakai fasilitas umum namun ternyata dilayani oleh para petugas di halte busway yang arogan, sombong dan merasa berkuasa.
Apa pasal? Terjadi di halte Kebon Jeruk di mana ketika saya dan beberapa orang mau mengisi (top up) e-tiket busway, petugas mengembalikan tiket dan uang dengan mesin/bank nya sedang bermasalah/eror. Nah, rasanya bukan kebetulan lagi di sana sudah ada petugas penjual kartu e-tiket baru yang siap menjual tiket baru. Jadi karena tidak bisa top up, para penumpang diharuskan beli e-tiket baru.
Mestinya harus tetap ada tiket/karcis untuk dijual, ini untuk cadangan jika mesin/bank nya error seperti itu. Jika tidak ada cadangan penjualan karcis, Saya berpikir ini adalah model "Pemerasan" dengan metode birokrasi. Saya pun protes, dan petugas membalas protes saya dengan nada sinis. Ketika saya memfoto halte Kebon Jeruk, petugas yang arogan tersebut malah bergaya "salam 2 jari", tidak tahu maksudnya apa saya. Lalu dia malah berbalik memfoto saya. Saya berpikir, inilah bukti mereka itu merasa berkuasa dan arogan.
Mohon diperbaiki dan petugas di lapangan (foto: petugas di halte kebon jeruk) jangan arogan, sombong dan merasa berkuasa, Lebih baik sampaikan maaf kepada para penumpang karena telah membuat perjalanan mereka terganggu. Sudah bus nya pada karatan, petugas di lapangan pada arogan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H