Setelah keputusan MK menolak mencabut UU KPK hasil revisi, para aktivis dan masyarakat anti korupsi merasa galau. Betapa tidak, harapan untuk mendapatkan keadilan dengan mengajukan uji formil ke MK rupanya sia - sia.
Kecemasan itu semakin bertambah karena proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN juga rupanya menimbulkan masalah.
Dalam proses tes wawasan kebangsaan, para staf KPK yg dianggap punya integritas dan selama ini punya track record baik dalam pemberantasan korupsi justru dinyatakan tidak lulus seleksi.
Kenyataan ini, mau tidak mau memunculkan kecurigaan bahwa proses seleksi untuk menjadi ASN ini digunakan sebagai alat untuk menyingkirkan para pegawai yang bersuara kritis terhadap persoalan internal di KPK.
Pada suasana duka dan kekhawatiran bahwa lembaga KPK hanya akan menjadi institusi pajangan karena proses pelemahan, belum terdengar komentar atau pendapat dari Istana.
Padahal salah satu janji politik yang digaungkan oleh Jokowi saat proses pilpres sangat jelas pemberantasan korupsi menjadi progam utamanya.
Juga saat proses revisi UU KPK Jokowi berulang kali berkata, dia tidak ingin melemahkan KPK, tapi supaya revisi itu memperkuat KPK dalam pemberantasan korupsi.
Setelah UU revisi itu diberlakukan, jelas sekali nampak bahwa KPK mengalami kemunduran dengan beberapa skandal dan kejadian yang membuat KPK sebagai lembaga yang cukup dipercaya menjadi kehilangan muka.
Sebut saja ketika ketua KPK diberikan sanksi karena menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan helikopter saat cuti.
Juga kasus pegawai KPK yang mencuri emas barang bukti untuk membayar hutang.
Kemudian kasus penyidik KPK yang menerima suap dari koruptor yang sedang diselidiki KPK.