Lihat ke Halaman Asli

BPJS-Ku Sayang BPJS-Ku Malang

Diperbarui: 20 Juni 2015   02:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sejak pertama kali BPJS hadir dan eksis di panggung dunia kesehatan Indonesia, berbagai macam kontroversi selalu bermunculan. Tidak jelas sebenarnya apa yang dipersoalkan, namun kalau berbicara soal BPJS rasanya tidak klop kalau tidak ikut nimbrung. Mulai dari yang mensyukuri kehadiran BPJS hingga menjadi BPJS-mania sampai ke mereka yang menghujat BPJS yang merasa bahwa kehadiran BPJS tidak memberikan manfaat apapun juga, bahkan merugikan.

BPJS-ku sayang merefleksikan mereka yang mendukung, yang merasa menerima manfaat kehadiran dan keberadaan BPJS. Bagi mereka keberadaan BPJS memberikan arti yang luar biasa. BEROBAT DENGAN MURAH. Kira-kira seperti itulah kata mereka. Dengan hanya membayar biaya yang tidak lebih dari Rp.60.000,- untuk pembayaran sebulan, orang-orang ini sudah dapat menikmati pemberian layanan kesehatan hingga ratusan juta rupiah. Bagaimana orang-orang ini tidak senang luar biasa. Kegembiraan ini justru tidak dinikmati oleh orang-orang tidak mampu yang seharusnya menjadi tujuan eksistensi BPJS, melainkan oleh orang-orang yang jauh dari mampu untuk membiayai pengobatannya sendiri. Namun alas tidak dapat ditolak, undang-undang tidak dapat mendiskriminasikan segolongan orang tertentu dari kelompok atau golongan orang lainnya.

BPJS-ku malang merefleksikan banyak hal, antara lain tentang besarnya biaya yang harus dipikul oleh BPJS terkait dengan ketimpangan kolektibilitas premi BPJS dengan tagihan yang harus dibayarkan oleh BPJS kepada fasilitas pelayanan kesehatan setiap bulannya. Bayangkan jika setiap orang yang memanfaatkan BPJS tersebut ternyata hanya membayar premi jauh dibawah biaya yang harus dibayarkan oleh BPJS kepada fasilitas pelayanan kesehatan. Terlebih lagi keberlakuan beban dari Kartu Jakarta Sehat yang sekarang naik kelas menjadi Kartu Indonesia Sehat, di mana Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementerian Kesehatan adalah pembayar premi atas nama penikmat KIS tersebut. Sampai berapa lama BPJS akan sanggup bertahan, atau bahkan lebih jauh lagi dari mana uang Pemerintah yang akan dipergunakan untuk membayar premi atas nama pemegang KIS tersebut. Belum lagi menyebutkan mekanisme penentuan orang-orang yang berhak atas KIS yang seringkali tidak transparan dan tidak jelas kriterianya sampai sekarang. Bahkan ada yang sampai memprediksi kebangkrutan BPJS. OHHHH MALANGNYA NASIBMU BPJS. Mungkinkah BPJS LAYU SEBELUM BERKEMBANG?..........

Kenikmatan pelayanan BPJSpun tidak lepas dari kontroversi. Ada pihak yang demikian mudahnya ikut serta dalam BPJS sekaligus menikmati mudahnya klaim BPJS, yang menjadikan yang bersangkutan sebagai anggota BPJS mania. Pada sisi lain, masih banyak juga pihak yang mengeluhkan susahnya memperoleh manfaat dari BPJS. Antrian yang panjang sebagai pasien BPJS akibat BPJS mania merupakan salah satu penyebab utama. Penyebab lain adalah enggannya rumah sakit memberikan pelayanan kepada peserta BPJS, yang konon katanya hanya merugikan rumah sakit saja. Bahkan ada rumah sakit yang memotong dan meniadakan hak karyawannya untuk memperoleh bonus akhir tahun dengan alih-alih rumah sakit merugi karena BPJS. Walahhhhhhh!!!!!! Bagaimana ini? Koq bisa ya?????? Itu juga yang menyebabkan hampir seluruh rumah sakit privat (mengambil istilah dari Undang-Undang Rumah Sakit) tidak mau ikut serta dalam program BPJS. Keadaan ini menunjukkan bahwa ternyata pasien dengan status peserta BPJS menjadi warga kelas dua. Lho?????? Namun bagi sebagian orang BPJS tetap menjadi primadona.

Premi BPJS ternyata tidak murah lho. Saya pernah membantu salah satu perusahaan swasta untuk menghitung besarnya premi pembayaran BPJS Kesehatan bagi karyawannya. Ternyata hasilnya uang yang harus dibudgetkan lebih tinggi daripada pembayaran premi kepada Asuransi Komersial yang selama ini sudah menjadi rekanan perusahaan. Lantas bagaimana jadinya? Mau nangis rasanya pengurus perusahaan melihat hasil hitungan tersebut. Premi BPJS ternyata menjadi “tambahan biaya” bagi perusahaan. Sehingga hitung-hitunganpun dilakukan kembali agar premi BPJS tidak menjadi beban bagi perusahaan.

Ada hal lain lagi yang menarik. Menarik karena ini melibatkan warga negara Republik Indonesia, yang selama ini dikenal dengan nama PNS alias Pegawai Negeri Sipil. Dengan dileburkannya semua jenis organisasi asuransi ke dalam BPJS, maka premi yang dibayarkan oleh PNS yang sudah dilakukan sejak puluhan tahun yang lalu, dalam sudut pandang mereka, ternyata hanya dinikmati oleh mereka yang baru sebulan dan hanya membayar premi BPJS sebulan. Bayangkan dongkolnya hati mereka melihat “uang” premi mereka di”manfaatkan” oleh orang lain. Pendatang baru menikmati jauh lebih banyak dari peserta lama. OHHHHHHH...... apa kata dunia????

Hal lain yang wajib juga untuk disoroti adalah mengenai pembayaran premi BPJS oleh pekerja lepas. Siapa yang bertanggung jawab atas kolektibilitasnya. Bukankah sudah alami jika mereka hanya akan bayar pada saat mereka akan memanfaatkannya. Jangan lupa prinsip asuransi sosial melalui BPJS ini adalah “mencontek” sistem yang berlaku di Inggris, yang nota bene premi asuransi sosialnya sudah dipungut dari bagian pajak yang dibayarkan setiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia, bentuk pungutan premi ini bukanlah bagian dari pembayaran terkait pajak. Ingat pula tidak ada sanksi yang dapat dikenakan untuk memaksakan jika ternyata premi ini tidak dibayarkan. Yang ada hanya pelayanannya yang ditunda. Apakah kemudian hal tidak dilakukannya pembayaran ini juga ditiru dan dilakukan secara kolektif oleh perusahaan, karena menurut pertimbangan mereka premi BPJS ini hanya menjadi beban biaya bagi perusahaan. Biaya operasional perusahaan tentunya akan meningkat, sehingga produk apapun yang dihasilkan pasti akan menjadi lebih tinggi harganya. Lantas bagaimana jika sebagai akibat kenaikain biaya ini produk tersebut ternyata gagal bersaing dalam era global, karena produk dari luar lebih murah. WELEHHHHHH makin rumit saja akibat dari eksistensi BPJS ini. Memang tidak salah jika dikatakan BPJS-ku sayang BPJS-ku malang......... (GW)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline