Sosok manusia yang sangat kucintai di dunia ini adalah kedua orang tuaku. Beliau berdua adalah pahlawanku. Dua sosok manusia yang begitu tabah, tangguh, pekerja keras, dan tak mudah putus asa. Sosok yang begitu berarti dalam hidupku. Tak ada yang bisa menandinginya. Beliau berdua adalah inspirator utamaku dalam segala hal. Ayahku bernama Bakri Murthalib, dan ibuku bernama Siti Nuraeni.
Keduanya mengajarkanku dan saudara-saudaraku tentang segala sesuatu. Mengajarkanku arti penting kehidupan ini. Mengajarkanku akan pentingnya kerja keras. Mengajarkanku agar tak mudah menyerah. Mengajarkanku agar selalu mengingat-Nya. Itulah beliau, sosok yang selalu kurindukan setiap kehadirannya.
Ayahku hanyalah seorang petani. Hanya tamatan SMA. Hidup dalam kesederhanaan. Kesehariannya hanyalah seputar ladang dan kebun. Pergi mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga, istri dan anak-anaknya. Tak pernah aku melihatnya mengeluh apalagi sampai bermalas-malasan. Bahkan, sakit pun beliau tak pernah rasakan. Beliau sanggup menahan itu semua demi memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga.
Ayahku bukanlah seorang ustadz atau ahli agama, tetapi beliau mampu mengajarkan kami bagaimana caranya agar kami bisa selalu mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Beliau-lah yang mengajarkan kami untuk selalu membaca Al-Quran setiap hari. Bahkan, banyak masyarakat di kampungku dulu mendapatkan juara MTQ sampai tingkat Kecamatan, berkat didikan dan ajaran dari beliau. Alhamdulillah.
Beliaulah yang mengajarkanku untuk selalu bekerja keras. Beliau mengajarkanku agar terus berjuang menggapai mimpi dan tak mudah menyerah. Beliau mengajarkanku agar jangan sampai lari dari masalah, sesulit apa pun itu. Beliau juga sering dipercaya oleh pemerintah desa setempat sebagai juru damai, yang tugasnya untuk mendamaikan dan meredakan berbagai konflik atau problem, baik di kalangan anak muda maupun orang tua, khususnya di kampungku. Semuanya membuahkan hasil yang baik. Belum lagi yang lainnya.
Ibuku tak kalah hebatnya juga. Memang kesehariannya, di samping membantu sang ayahku di ladang dan sawah, beliau juga biasa menjual keliling kampung. Mencoba mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi menyekolahkan kami selaku anak-anaknya. Belum lagi tugas dan kewajibannya sebagai seorang ibu yang begitu banyak. Seperti, mencoba memberikan nasihat dan teladan kepada kami selaku anak-anaknya untuk terus belajar dan mengingat Tuhan.
Pulang kerja di sawah dan ladang sore hari, malam harinya ibuku sudah langsung menyiapkan semua dagangannya. Seperti membungkus cengkeh dan kopi. Itulah yang beliau lakukan hampir tiap malam. Agar pagi harinya bila tak ke sawah atau ladang, bisa langsung pergi jualan dari kampung ke kampung. Sungguh pengorbanan yang tak bisa aku gambarkan secara sempurna dengan kata-kata. Aku sangat bersyukur dan bahagia punya seorang ibu seperti beliau. Tentu, rasa cintalah yang menggerakkan itu semua. Aku sendiri banyak sekali belajar arti dan makna sebuah pengorbanan dan cinta dari ibuku sendiri. Itulah mengapa aku katakan, bahwa orang tuaku adalah pahlawanku.
Hari demi hari, baik ibu maupun ayahku terus mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Sama sekali tak ada kata mengeluh. Yang ada di pikiran beliau berdua, bagaimana agar anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Persoalan finansial bagi beliau berdua bukanlah sesuatu hal yang susah didapat, asalkan kami selaku anak-anaknya tetap mau menuntut ilmu.
Suatu waktu beliau mengatakan kepada kami, cukuplah ayah dan ibumu ini yang hanya lulusan SMA, kalian harus bisa lebih dari kami. Kalian harus menuntut ilmu sampai ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, tugas kalian adalah belajar, belajar, dan belajar. Itulah pinta beliau berdua kepada kami suatu waktu. Sungguh mulia.
Alhasil, apa yang diharapkan oleh kedua orang tuaku dulu, kini mulai terwujud. Kami sebagai anaknya bisa menikmati dunia pendidikan formal. Kakakku dan satu adikku sudah berhasil menyelesaikan studinya di perguruan tinggi. Adikku yang satunya sekarang sedang menyelesaikan tugas akhirnya. Tak akan lama lagi akan selesai studinya. Sementara adikku yang terakhir baru duduk di bangku SMA.
Kini, aku pun bisa terus berkarya dan melahirkan buku demi buku berkat dukungan dan berbagai motivasi dari orang tuaku. Restu dari beliau berdua terus kupinta, agar apa yang kulakukan selalu mendapatkan ridho dari Sang Ilahi. Doa demi doa pun beliau panjatkan agar kami anaknya terus diberkahi atas apa yang kami usaha dan kerjakan. Beliau berdua selalu mendukung setiap langkah kami. Apa pun itu, semasih dalam hal kebaikan dan demi kebaikan. Beliau berdua merupakan pahlawanku yang sesungguhnya, sang inspiratorku.