Lihat ke Halaman Asli

Manusia Kucing

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

aku baru pindah rumah

depan rumahku seberang jalan

rumah seorang hartawan

kaya karena rumahnya mentereng dan ada 2 mobil di garasinya

anehnya,

rumah hartawan itu sering penuh dengan kucing

entah dari mana saja kucing-kucing itu

datang dan pergi hanya untuk dapatkan jatah makan dari sang hartawan

suara yang brisik sangat mengganggu

tapi itu itu tak diperdulikan sang hartawan

bau amis makanan bercampur bau kotoran kucing

tersebar di seantero rumah itu

sang hartawan dengan sabar membersihkan semuanya

setelah kucing-kucing pergi dengan kenyang

dan rumah itu kembali sepi

begitulah hampir setiap hari

sang hartawan menyediakan makanan untuk kucing-kucing liar

entah apa maksudnya?

setiap hari dengan waktu-waktu yang sama

pagi dan menjelang malam tiba

selalu begitu

alangkah dermawannya dia pikir ku

begitu sayangnya kah dengan hewan-hewan

bahkan yang bukan miliknya

untuk apa ?

suatu ketika datang seorang peminta

meminta belas kasihnya

tapi entah mengapa sang hartawan justru menghardik dan mengusirnya

sehingga si pengemis pergi sambil menyumpah-nyumpah

tetangga lain bilang dia itu orang yang tak waras

tinggal sendiri dengan semua kekayaannya

dan dengan kebiasaannya yang seperti itu

menyayangi kucing dan hewan lain tapi benci pada pengemis

tapi tidak, hartawan itu ternyata ramah

dia menerima kedatangan ku dengan ramah

saat aku hendak bersilaturahmi memperkenalkan diri sebagai tetangga baru

dia persilakan aku masuk dan dia menjamu ku dengan sangat baik

ternyata dia pun tahu

tentang keheranan ku pada perilakunya

dia maklum dan kemudian dia mengungkapkan alasan dia.

“kucing dan juga hewan lain diciptakan Allah Swt.”

“tapi hanya dibekali napsu dan insting belaka.”

“tidak seperti kita manusia, dibekalinafsu, hati, dan juga pikiran”

“menyantuni kucing,saya tidak akan pernah kecewa”

“tetapi menyantuni manusia, bisa lebih banyak mudharatnya”

“mengapa? manusia banyak yang tak mau bersyukur.”

“bila saya memberi sekali pada mereka maka esok mereka akan datang lagi.”

“datang lagi, datang lagi dan itu akan jadi kebiasaan seperti kucing-kucing ini.”

“wajah mereka pun memelas mirip kucing.”

“saya berdosa bila menjadikan mereka seperti kucing.”

“hanya hidup dari pemberian orang.”

“saya bisa memaklumi kucing, mereka hanya hewan.”

“tak mampu berpikir untuk memenuhi hidup mereka.”

“mereka tak akan berterima kasih, membalas, memuji, atau memuja saya.”

“tak apa-apa”

“saya sudah puas dan ikhlas memberi makan mereka.”

Bekasi, 4 Ramadhan 1434 H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline