Lihat ke Halaman Asli

Tidak Naik Kelas

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya terkejut membaca harian Kompas edisi 2 Desember 2013. Pada halaman pertama dengan judul lumayan besar: "Tidak Ada Lagi Siswa Tinggal Kelas di SD". Alenia pertama berbunyi Ujian nasional untuk sekolah dasar, sekolah dasar luar biasa, dan madrasah ibtidaiyah mulai tahun 2014 dihapuskan. Selain itu, mulai tahun depan juga, tidak ada lagi murid sekolah dasar yang tinggal kelas. Selanjutnya pada alenia kedua Murid yang belum memahami atau menguasai pelajaran tetap boleh naik kelas, tetapi harus mengulang pelajaran yang belum dikuasainya .... Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Ramon Mohandas di Jakarta.

Keterkejutan saya didasari oleh dua hal, pertama berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud) nomor 66 tahun 2013. Pada halaman 5 huruf f, tertulis bahwa Ujian tingkat kompetensi pada akhir kelas VI  (tingkat 3), kelas IX (tingkat 4A), dan kelas XII (tingkat 6) dilakukan melalui UN (Ujian Nasional, pen). Dalam Permendikbud tahun 2013 yang akan diberlakukan mulai tahun 2014 ini jelas bahwa Ujian Nasional untuk SD/sederajat, SMP/sederajat, dan SMA/sederajat, akan dilaksanakan. Pertanyaannya, apakah Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan belum tahu tentang Permendikbud ini? Atau sudah ada rencana merevisi Permendikbud yang belum sempat dilaksanakan?

Keterkejutan yang kedua adalah tidak ada lagi siswa SD yang tinggal kelas, dan mereka boleh naik kelas tetapi harus mengulang pelajaran yang belum dikuasainya. Ini "aneh bin ajaib". Kapan siswa tersebut mengulang? Apakah siang hari, sore hari, atau malam hari? Di sekolah atau di rumah? Kalau yang diulang tujuh mata pelajaran, bagaimana? Siapa yang membimbing, guru atau orang tua? Kalau kebijakan ini diterapkan, akan semakin banyak siswa yang tidak mampu membaca tetapi lulus SD. Kok bisa? Lha sekarang saja banyak kasus seperti itu terjadi terutama di kampung-kampung. Intinya, kebijakan ini perlu dikaji ulang, karena berdampak pada kualitas lulusan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline