[caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama / Kompas.com"][/caption] Heboh di Cimahi mahasiswa diseret di bawah kolong mobil oleh pengemudi mobil Honda City yang bernama Yana sejauh 30 Km sampai tak dikenali lagi wajahnya. Kejadian yang miris itu sempat heboh dan merupakan kejadian insiden yang menghebohkan lagi setelah kasus "Xenia maut" yang merenggut banyak korban jiwa. Walau korban kecelakaan ini hanya satu tapi cukup mengenaskan karena korban yang statusnya sebagai mahasiswa itu terseret sejauh 30 Km dan tak dikenali lagi wajahnya. Sebelumnya diberitakan, pengendara mobil Honda City yang bernama Yana itu terus menjalankan kendaraannya dan diketahui sempat menambah kecepatannya. Mobil itu lalu mengarah ke kawasan Cijerah dan masuk ke Tol Pasir Koja, dan berhasil diberhentikan di Tol Cipularang Km 116+600 B sebelum Tol Cikamuning. (Baca di sini). Kelakuan Yana pengendara mobil maut ini sungguh sangat membuat celaka baik bagi dirinya maupun korban yang sudah terseret sampai 30 Km dan herannya Yana tak menyadarinya. Apakah memang dia sengaja melaju terus karena ketakutan atau karena memang dia benar-benar tidak tahu kalau di kolong mobilnya ada korban yang bernama Firman Nurhidayat seorang mahasiswa Universitas Pendidikkan Indonesia (UPI). Kalau Yana menyeret hanya seorang korban sejauh 30 Km di bawah kolong mobilnya. Maka Ahok gubernur DKI Jakarta bakalan menyeret satu gerbong anggota dewan DPRD DKI Jakarta yang disinyalir melakukan markup anggaran pengadaan uninterruptible power supply (UPS) dengan nilai fantastis Rp 300 miliar. Ternyata, anggaran serupa ditemukan kembali tahun ini. Makanya Ahol dianggap melakukan jebakan betmen karena baru membukanya sekarang. "Saya menunggu mereka membuat (anggaran) sendiri di tahun 2015. Kalau dulu tahun 2012 dan tahun 2013 ada temuan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) DKI, seluruh anggota DPRD mengatakan, 'Mana kami tahu, karena yang menyusun anggaran kan eksekutif, bukan kami (legislatif)'," kata Basuki, di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Sabtu (28/2/2015). (Baca di sini). Kalau tindakan Ahok selama ini kasar arogan dan suka memaki dikaitkan dengan SARA dan prilaku tidak sopan lainnya sebagai gubernur DKI sehingga ada sebagian komentator yang mengatakan Ahok sebagai musibah bagi warga Jakarta yang mayoritas muslim tapi memilih pemimpin yang non muslim. Bahkan ada yang bilang Ahok tidak pantas memaki dan marah-marah. Jadi yang pantas itu Ahok diam saja kalau ada yang korupsi uang rakyat? Sungguh komentar yang aneh. Malah menurut saya Ahok bukan sedang memaki atau sedang marah dan membenci orang-orang atau bawahannya. Tapi beliau marah dan benci serta memaki kelakuan korup, culas dan tidak jujur dari apart dibawahnya dan juga para anggota dewan yang duduk di DPRD sana. Kelakuan Ahok mungkin tidak bisa disamakan dengan Yana yang mengemudi ugal-ugalan dan mencelakakaan orang lain. Kalau Ahok malah menyelamatkan orang lain yaitu rakyat Jakarta dari jeratan para aparat korup dan anggota dewan yang korup yang selama ini enak-enakan me-markup anggaran demi untukmemperkaya pribadi dan golongannya saja. Sedangkan rakyat Jakarta tetap miskin dan banyak yang hidup menjadi gembel dan gelandangan. Memang sih tindakan Ahok "menyeret" anggota dewan yang duduk di DPRD DKI ini sangat beresiko pada dirinya seperti juga yang dilakukan Yana tadi. Resikonya ya kalau Ahok kalah dan lengser bisa-bisa masuk penjara. Ahok akan kalah jika tak didukung rakyat Jakarta yang dibelanya. Namun apakah semua rakyat Jakarta sadar telah dibela Ahok? Tentunya ada juga yang tidak sadar membenci Ahok karena pikirannya masih dipenuhi kebencian berlandaskan SARA dan juga karena merasa tidak aman punya gubernur yang blak-blakan dan jujur seperti Ahok. Kebanyakan yang benci Ahok ya mereka-mereka yang bisnis dan pundi-pundinya terganggu oleh kelakuan Ahok ini. Bahkan yang benci Ahok adalah mereka-mereka yang salah dan sempit dalam menafsiskan ajaran agama dan masih memikirkan harus mendapat pemimpin yang seagama biar berkah. Makanya Ahok dituduh tidak membawa berkah dan selalu bermasalah. Padahal banyak pemimpin yang seagama malah tak berani membongkar kebejatan temannya sendiri karena alasan seagama dan menjaga aib saudaranya sendiri (salah memahami ajaran agama/hadist). Wallahu 'alam bishowab. Artikel pendukung: - Artikel 1. - Artikel 2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H