[caption id="attachment_340820" align="aligncenter" width="164" caption="sumber/blogsaya001.blogspot.com"][/caption]
Tulisan ini ingin menanggapi tulisan dari saudara Khoirul Khuluq tentang dunia kerja yang dialami oleh para pelajar dan mahasiswa di Indonesia. Gue sih sangat sepakat kalau didalam tulisannya dia menulis. "Kalau kita bener-bener mau mengurangi pengangguran, harusnya pendidikan dan pelatihan yang tersedia harus sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja. Pendidikan kita pada tingkat SMK dan PT harus sudah pakai kurikulum yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan dari perusahaan, Berapa banyak investor asing yang mengeluhkan produk dari universitas kita yang tidak siap kerja. Lulus dari universitas hanya siap untuk dikerjain (belajar dari nol) dan komunikasi dalam bahasa inggrispun sering menjadi kendala"
Gue sangat setuju dengan opini dia, memang pada saat ini banyak perusahaan yang ingin mendapatkan hasil dari produk institusi pendidikan yang sudah siap bekerja. Tidak mau lagi menerima mahasiswa yang tidak tau apa-apa dan diajarkan (lagi) di perusahaan. Sebenarnya gue perhatikan dimana ada lowongan pekerjaan. Disana banyak tertulis permintaan skills yang tidak diajarkan disekolah/kampus. Dan itu harus ada pendidikan eksternal lagi, sialnya memang harus memakan biaya yang sangat banyak.
Seharusnya, pemerintah harus menyiapkan pelatihan yang sesuai dengan permintaan perusahaan jadinya sinergitas antara mahasiswa dengan perusahaan sudah punya investasi lebih awal di bidang sumber daya manusia. Memang ini agak lucu, karena ini hanya ide mas khoirul. Tapi gue setuju dengan ide dia tentang perubahan kurikulum yang sudah tidak sinkron dengan model jaman sekarang.
Dan, gue juga tahu kalau beberapa profesi harus butuh pelatihan lagi untuk calon pekerjanya. Maksud gue, kampus itu jadi wahana yang semuanya sudah lengkap. Benar- benar yang diproduksi dari sana sudah siap secara apa saja. Memang kendalanya hanya ada beberapa kampus saja yang begitu, ini memakan korban bagi mahasiswa yang tidak sama koridor almamaternya. Ini ada diskriminasi hak asasi manusia nih sebetulnya.
Kalau begini saya berpikir, kenapa harus ada perubahan nama pada setiap kampus. Kenapa tidak membuat saja Universitas Indonesia (UI) Surabaya, Malang dsb. Atau berganti nama asal tidak ada kampus swasta mungkin manusia yang ingin belajar tapi tidak bisa masuk kampus negeri ada kesempatan untuk mengelola prestasinya dan dipaksa untuk cerdas serta kecerdasannya diusahakan sama dengan yang lain.
Ini menurut saya, sumber daya manusia indonesia yang diproduksi kampus akan lebih baik. Seharusnya juga, wajib 9 tahun yang dicanang pemerintah harus diubah wajib sampai D3 atau S1. Kalau bisa gratis sampai jenjang itu ini merupakan hadiah terbesar masyarakat indonesia. Memang untuk mencapai kesejahteraan itu mustahil minimal ada tumbal. Tapi selama nama "kesejahteraan" itu masih ada, itu masih bisa layak dikejar dan indonesia bisa menggapi negara G-8 bukan negara g-20 (negara berkembang) terus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H