Lihat ke Halaman Asli

Beban Tersembunyi Perempuan di Masa Pandemi

Diperbarui: 17 Januari 2022   12:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beban tersembunyi Perempuan di masa Pandemi

Pandemi Covid19 bisa dibilang adalah bencana yang sangat besar dirasakan oleh masyarakat dunia sekarang ini, Tak kenal umur, profesi, atau pun jejak Kesehatan, Pandemi COVID19 ini seakan tidak mau tahu, sudah banyak korban jiwa melayang karenanya. Akibatnya, negara besar maupun kecil tak siap dengan kedatangan covid19 ini. Banyak negara yang secara ekonomi mengalami kerugian yang sangat amat parah, dikarenakan kondisi negara yang sedang tidak stabil akibat pandemic ini. Disisi lain, masyarakatpun merasakan hal yang sama, akses bertemu dengan orang lain pun dibatasi, sebagai Langkah awal untuk mencegah COVID19 ini semakin meluas.

Dengan akses yang bersosialisasi yang dibatasi, seperti bidang Pendidikan tak bisa berjalan, ada beban "tersembunyi" yang ikut kena dampak dari pandemic ini, yaitu perempuan. Di seluruh dunia, wanita merupakan 70 persen dari pekerja perawatan kesehatan. Di Shanghai, lebih dari 90 persen perawat dan 50 persen dokter yang memerangi pandemic ini adalah perempuan, menurut sebuah laporan yang disorot oleh China Labour Bulletin, sebuah LSM yang berbasis di Hong Kong. Di Provinsi Hubei, titik nol dari wabah, ada 100.000 wanita yang bekerja sebagai staf medis garis depan. Di AS, wanita memegang 76 persen dari semua pekerjaan perawatan kesehatan. Perempuan juga mengambil sebagian besar perawatan anak, perawatan lansia dan tanggung jawab rumah tangga yang menempatkan mereka lebih jauh di depan wabah seperti ini. Di A.S., misalnya, lebih dari 25 juta wanita - hampir 1 dari 7 - memberikan perawatan kepada anggota keluarga atau teman, menurut Kemitraan Nasional untuk Wanita dan Keluarga.

Kekerasan dalam rumah tangga juga cenderung meningkat selama krisis nasional atau global. Dalam hal wabah koronavirus, mengisolasi diri dan mengkarantina di rumah yang tidak aman dapat menambah masalah. Jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan kepada polisi di Provinsi Hubei, misalnya, tiga kali lipat pada Februari dibandingkan dengan waktu yang sama tahun lalu, menurut Axios.

Namun, perempuan kurang terwakili dalam bidang pengambilan keputusan, dan lembaga tanggapan coronavirus dunia tidak terkecuali. Komite Darurat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang COVID-19 hanya 20 persen wanita. Demikian juga, misi gabungan WHO-Cina tentang COVID-19 hanya 16 persen wanita. Seema Verma dan Deborah Brix memiliki peran penting dalam Satuan Tugas AS Coronavirus, tetapi hanya 10 persen dari perwakilan dalam kelompok tersebut adalah perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline