Lihat ke Halaman Asli

Popularitas atau Kualitas?

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12994289891118446535

[caption id="attachment_94637" align="alignleft" width="544" caption="Adriyanti Firdasari"][/caption] Sebuah peraturan baru telah ditetapkan oleh Badminton World Federation (BWF - Federasi Bulutangkis Dunia). Dalam Peraturan Umum Kompetisi bagian 19.2, disebutkan bahwa semua pebulutangkis wanita diwajibkan memakai rok atau baju terusan untuk turnamen tingkat 1-3 (turnamen Grand Prix dan di atasnya). Peraturan ini dibuat untuk membuat pertandingan bulutangkis menjadi semakin menarik. Beberapa tahun terakhir, cukup banyak pemain bulutangkis putri dunia yang memakai rok saat bertanding, seperti pemain-pemain Eropa dan beberapa pemain Cina. Di Indonesia, beberapa pemain seperti Adrianti Firdasari dan Greysia Polii cukup sering mengenakan rok saat bertanding. Penggunaan rok untuk bertanding mungkin ditiru oleh BWF dari olahraga tenis. Sebagian besar atlet putri tenis mengenakan rok ketika bertanding. Mungkin juga hal ini yang mempengaruhi popularitas olahraga tenis di dunia. Namun, menurut saya, bukan hanya itu alasannya. Petenis top dunia didominasi oleh negara-negara Eropa dan Amerika. Kedua region ini memiliki pengaruh yang besar di dunia dan hampir semua tingkatan turnamen tenis disiarkan di saluran seperti Star Sports atau ESPN (hal yang sama juga berlaku pada sepakbola) yang mengudara secara internasional. Jadi, alasan membuat peraturan tersebut agar bulutangkis semakin populer dan menarik tidak sepenuhnya dapat diterima. [caption id="" align="alignleft" width="420" caption="Bellaetrix Manuputty Jatuh Saat Mengejar Bola"][/caption] Olahraga bulutangkis dan tenis memang sama-sama menggunakan raket. Tapi kedua olahraga ini sesungguhnya sangat berbeda. Di tenis, gerakan kaki yang paling dominan adalah lari dari satu sisi lapangan ke sisi lainnya untuk memukul bola. Cukup jarang mereka sampai melompat atau split untuk menjangkau bola. Berbeda dengan bulutangkis. Di olahraga ini, gerakan kaki (footwork) sangat mempengaruhi permainan. Untuk melakukan jumping smash, tentu saja mereka harus melompat. Tidak jarang juga mereka melompat dari sisi kiri lapangan ke sisi kanan atau sebaliknya untuk menjangkau bola.Gerakan split dulu sering dilakukan legenda bulutangkis putri Indonesia, Susi Susanti, saat bertanding. Belum lagi untuk menjangkau bola di depan, mereka harus melebarkan kakinya agar bisa menjangkau. Itu hanya sebagian kecil gerakan. Lalu bagaimana jadinya jika pebulutangkis putri tidak bisa lagi melakukan gerakan-gerakan tersebut karena merasa tidak nyaman jika harus melakukannya dengan memakai rok? Kualitas pertandingan haruslah menjadi pertimbangan utama untuk membuat suatu peraturan. Jika kemudian kualitas olahraga ini turun karena ketidaknyamanan sebagian pemain untuk memakai rok, maka ini sudah menjadi masalah. Untuk apa olahraga ini populer jika tidak diikuti kualitas yang baik? Karena sesungguhnya inti dari sebuah olahraga adalah kualitas pertandingan yang disajikan, bukan penampilan atletnya. Memang, penampilan yang menarik akan membuat orang tertarik untuk menyaksikannya. Tapi jika hanya menarik saja tanpa kualitas yang baik, lebih baik menjadi selebritis. Meskipun begitu, ada juga pebulutangkis hebat yang mengenakan rok ketika bertanding, seperti Tine Baun (Tine Rasmussen). [caption id="" align="alignleft" width="280" caption="Liliyana Natsir-Vita Marissa"][/caption] Wang Xin, tunggal putri asal Cina mengatakan, "Saya rasa tidak ada perbedaan antara mengenakan rok atau celana pendek. Hal yang terpenting adalah memainkan pertandingan yang bagus." Sementara Vita Marissa menyatakan bahwa perubahan peraturan ini melanggar hak asasi manusia. "Inti dari mengikuti kompetisi adalah untuk menjadi juara, dan kita harus merasa nyaman ketika bertanding. Saya tidak terbiasa mengenakan rok dengan celana pendek ketat di dalamnya. Itu membuat saya merasa berbeda dan saya tidak akan merasa percaya diri. Saya rasa saya akan tetap bermain mengenakan celana pendek," kata Vita. Imogen Bankier, pebulutangkis asal Skotlandia berusia 23 tahun berkata, "Saya ingin memiliki pilihan untuk mengenakan rok atau celana pendek. Saya rasa peraturan ini konyol dan sangat kuno." Cukup banyak pebulutangkis putri yang tidak pernah memakai rok. Misalnya saja Liliyana Natsir dan Vita Marissa. Jangankan di dalam lapangan. Di luar lapangan pun rasanya tidak pernah terlihat mengenakan rok. Ini urusan kenyamanan, dan jika mereka nyaman seperti itu, apakah mau dipaksakan? Lagipula mereka juga jagoan di dalam lapangan. Ketika masih berpasangan pada sekitar tahun 2007-2008, mereka masuk 10 besar dunia dan sempat mengganggu dominasi ganda putri Cina. Lebih daripada sekedar urusan rok dan celana pendek, popularitas olahraga ini ditentukan oleh banyak faktor. Pertama, publikasi. Siaran olahraga bulutangkis cukup jarang di Indonesia, dan kalaupun ada, hanya Indonesia Terbuka atau kejuaraan-kejuaraan tingkat tertinggi seperti Thomas-Uber Cup dan Kejuaraan Dunia. Sisanya hanya bisa disaksikan di siaran televisi berbayar. Padahal, negara ini adalah salah satu negara bulutangkis di dunia. Di Indonesia saja begini, bagaimana di Eropa dan Amerika? Kedua, atlet papan atas bulutangkis kebanyakan dari Asia, khususnya dari Cina. Harusnya BWF lebih memikirkan bagaimana cara meningkatkan kemampuan pebulutangkis di luar Asia daripada mengurusi rok dan celana pendek. Dominasi Cina ini juga sering dikatakan sebagai "penyakit" di bulutangkis. Harus ada yang mematahkan dominasi ini. Nah, kalau pebulutangkis negara lain tidak merasa nyaman dengan memakai rok, bagaimana mau mematahkan dominasi ini? Popularitas atau kualitas. Keduanya penting, dan alangkah baiknya jika berjalan bersama-sama dengan cara yang benar dan tidak membuat masalah bagi yang terlibat di dalamnya. Salam bulutangkis! Sumber : Badzine




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline