Lihat ke Halaman Asli

"Kami Juga Butuh Dukungan!"

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kido-Hendra Raih Emas Asian Games XVI

[caption id="" align="alignleft" width="333" caption="Kido-Hendra Raih Emas Asian Games XVI"][/caption] Sepakbola. Olahraga ini belakangan seolah menjadi magnet besar bagi rakyat Indonesia. Mulai dari rakyat kecil, rakyat biasa, selebritis, sampai kalangan pejabat, semua mengalami euforia akan sepakbola Indonesia. Tak bisa dipungkiri, prestasi Timnas di Piala AFF-lah yang membuat ini terjadi. Timnas tidak juara. Piala itu tidak berhasil diangkat. Tapi mereka telah mengangkat kembali harga diri sepakbola Indonesia yang sudah lama dipandang sebelah mata oleh dunia. Prestasi ini tidak datang dengan sendirinya. Adalah seorang Alfred Riedl yang memulai reformasi sepakbola Indonesia. Dia tidak ragu pada pemain muda. Dia keras, dia disiplin, namun dia memiliki wibawa yang membuat para pemain hormat padanya. Kehadiran Irfan Bachdim dan Christian Gonzales - yang tidak sepenuhnya berdarah Indonesia- juga memiliki pengaruh tersendiri.

Cukup mengenai sepakbola. Inti tulisan ini adalah mengenai bulutangkis. Keadaan bulutangkis Indonesia sekarang tidak jauh beda dengan sepakbola Indonesia beberapa tahun silam. Kita yang sebelumnya "macan" dunia, sekarang hanya seperti "macan ompong" yang kesulitan untuk bertahan. Kesalahan pemainkah? Apakah mereka kurang berusaha di lapangan? Tidak, mereka selalu berjuang semaksimal mereka. Melangkahkan kaki ke setiap sudut lapangan, mengayunkan raket dengan sekuat tenaga, menangkis serangan lawan sebaik mungkin, menguras fisik habis-habisan, bahkan mental harus diasah. Tugas mereka hanya bermain dan berlatih. Tugas itu sudah mereka lakukan dengan baik. Membela bangsanya di berbagai kejuaraan internasional tiap tahun, bahkan bisa menang di beberapa kejuaraan. Lalu salah siapa? Bagi masyarakat awam, kekalahan seorang atlet disebabkan oleh atlet itu sendiri dan pelatihnya. Salah atlet, karena mereka tidak mampu mengalahkan lawan dengan teknik yang mereka miliki atau kalah secara fisik. Salah pelatih, karena kurang mampu melatih anak buahnya menjadi lebih baik daripada atlet negara lain. Benarkah demikian? Tentu tidak selamanya seperti itu. Di belakang para atlet dan pelatih yang turun di lapangan secara langsung, ada para pengurus organisasi yang bersembunyi. Mereka tidak dilihat secara langsung, tapi perannya sangat vital bagi olahraga ini. Mereka yang berperan dalam pembinaan atlet usia dini dan program pelatihan di Pelatnas, meskipun pelatih juga berperan dalam hal ini. Tidak hanya itu, para pengurus juga bertanggungjawab dalam hal akomodasi para atlet yang sedang dan akan bertanding, bahkan gaji seorang atlet.

Regenerasi atlet bulutangkis Indonesia sekarang tidak berjalan lancar. Kita masih bergantung pada atlet yang itu-itu saja yang sudah membela Indonesia selama 5-10 tahun. Dengan kata lain, pembinaan tidak dilakukan dengan baik. Atau kualitas atlet sekarang memang menurun?

Atlet-atlet yang sudah pensiun mengatakan latihan mereka di masa yang lalu lebih keras daripada latihan saat ini. Apakah para atlet yang kurang keras berlatih? Atau ada yang salah dengan program pelatihan?

Pernah terjadi ada atlet yang namanya tidak terdaftar dalam salah satu turnamen, sehingga batal mengikutiturnamen itu. Salah atlet tersebut? Atau kesalahan organisasi?

Sudah beberapa lama terjadi kisruh di pelatnas. Atlet dan pelatih banyak yang keluar dari pelatnas. Alasannya? Banyak. Tapi kebanyakan dari mereka memiliki alasan yang sama, yaitu tidak digaji sesuai dengan yang mereka korbankan. Jadi, salah atlet dan pelatih atau salah pengurus organisasi?

Ada satu hal yang terkadang dilupakan. Perhatian dari pemerintah akan olahraga ini. Suntikan dana untuk bulutangkis bisa dibilang kurang jika dibandingkan dengan sepakbola. Pada Piala AFF yang lalu, sejak babak semifinal, para pejabat negara menonton langsung di tribun VIP Gelora Bung Karno. Jarang para pejabat negara menonton langsung kejuaraan bulutangkis di Istora.Padahal, mereka bermain di tingkat dunia, bukan cuma Asia Tenggara. Mereka - atlet bulutangkis - berhak diperhatikan. Mereka berhak diperlakukan sama dengan atlet sepakbola, atlet dari cabang olahraga lain juga berhak. Mereka berhak mendapat keadilan itu.

Tidak seperti sepakbola, atlet bulutangkis tidak memiliki lambang garuda di dada mereka. Tapi "Merah-Putih" merekat di dada kiri mereka, tulisan "INDONESIA" tercetak dengan gagahnya di belakang baju mereka, tepat di bawah nama mereka. Tidak ada bedanya. Garuda maupun bendera "Merah-Putih" dan tulisan "INDONESIA", mereka memperjuangkan harga diri yang sama, harga diri bangsa dan negara ini. Kalau mau sedikit egois, sebagai pecinta bulutangkis - saya dan mungkin mewakili pecinta bulutangkis lainnya di Indonesia - ada perasaan bahwa bulutangkis tidak diperlakukan seperti sepakbola. Dipuji oleh para pejabat negara, diberitakan terus-menerus oleh berbagai media, dan sebagainya. Memang, sepakbola Indonesia sedang bangkit dari keterpurukannya. Mereka layak menerima semua perhatian itu. Tapi sudah lama. Sudah lama sepakbola lebih diutamakan, bukan baru belakangan ini – setelah prestasi membanggakan di Piala AFF. Apa karena sepakbola olahraga yang paling populer? Mungkin.

Bulutangkis Indonesia sedang terpuruk. Mereka butuh perhatian itu. Mereka butuh dukungan. Saya percaya, pada saatnya nanti, bulutangkis Indonesia akan kembali mengeluarkan taringnya di pentas dunia. Tapi satu yang mereka butuhkan, yaitu dukungan dari segenap masyarakat, mulai dari masyarakat biasa hingga dukungan dari para pejabat negara.

Inilah tulisan saya. Inilah suara hati saya. Seorang pecinta bulutangkis biasa yang mengharapkan kebangkitan bulutangkis Indonesia. Seorang pecinta bulutangkis biasa yang mengharapkan keadilan untuk bulutangkis. Seorang pecinta bulutangkis biasa yang akan terus memberikan dukungan untuk bulutangkis Indonesia dan olahraga Indonesia. Mohon maaf jika ada pihak yang merasa tersinggung dengan tulisan ini. Tanpa mengurangi rasa hormat dan bangga terhadap Timnas sepakbola Indonesia, sepakbola diambil sebagai perbandingan karena perbedaan yang terlihat. Tulisan ini tidak sempurna, tapi inilah harapan saya. Salam bulutangkis. Jaya terus olahraga Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline