Lihat ke Halaman Asli

Ini Suara dari Kaum Rebahan

Diperbarui: 15 Maret 2023   13:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada 31 Maret 2020, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia nomor 21 tahun 2020. Dalam pasal 4 ayat 1, dalam pasal ini diputuskan bahwa pemerintah meliburkan sekolah, tempat kerja, kegiatan keagamaan dan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Peraturan ini dibuat untuk mengurangi penyebaran virus covid-19 di Indonesia. Akibatnya berbagai golongan masyarakat harus membiasakan diri dengan kebijakan tersebut. Ada yang diuntungkan dan ada pula yang dirugikan.  Dalam hal ini Generasi Z-lah yang paling diuntungkan. Mereka yang notabene sudah melek teknologi dan terbiasa dengan berbagai bentuk alat komunikasi dapat dengan cepat menyesuaikan dirinya. Akan tetapi hal ini memunculkan kecenderungan yang mengganggu dinamika kehidupan anak muda yaitu malas untuk melakukan berbagai aktifitas (mager). 

Mereka yang malas untuk bergerak menjadi sangat menikmati kegiatan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) karena mereka dapat melakukan segala aktivitasnya di rumah, di kamar, dan bahkan rebahan di kasurnya. Karena hal inilah mereka mendapat stigma negatif yaitu kaum rebahan, kaum yang suka bermalas-malasan di tempat tidur, kaum yang tidak produktif, dan kaum yang hanya ingin serba instan. 

Stigma ini tidak sepenuhnya menggambarkan situasi kehidupan anak muda. Karakter mereka yang cenderung suka berdiam diri di hadapan komputer, gadget atau laptop tidak berarti bahwa mereka tidak produktif melainkan dibalik itu mereka memiliki cara yang lain untuk menghasilkan sesuatu hal yang produktif.

Dilansir dari detik.com pada 17 Desember 2019 dijelaskan bahwa istilah kaum rebahan itu mulai muncul sejak aksi demo para mahasiswa pada September lalu. Istilah itu sebenarnya merujuk kepada orang -- orang yang lebih memilih untuk bersantai dan berbaring di kasur daripada mengisi waktunya dengan hal yang positif dan produktif. Namun istilah itu  terpakai untuk menggambarkan generasi Z yang sering dianggap malas, tidak produktif, melewatkan kesempatan, tidak punya target, serba instan, tidak menghasilkan apa-apa, narsis, dan bergantung pada teknologi. Sehingga generasi Z cenderung dilihat hanya malas-malasan saja di kasurnya. Padahal sebagian besar aktivitas sekarang ini dilakukan secara daring. Contohnya banyak kursus-kursus dilakukan secara daring, berkonsultasi dengan dokter bisa secara daring, memesan makanan dan minuman bisa secara daring, membaca berita atau majalah bisa dilakukan secara daring, bersosialisasi, curhat, marah-marah pun dapat dilakukan secara daring bahkan untuk mempelajari sesuatu tinggal menonton video di YouTube.

Menurut Sejumlah Lembaga seperti badan statistik Kanada, agensi Sparks and Honey, Mccrindle Research Centre mengatakan yang termasuk generasi Z adalah orang yang lahir mulai tahun 1995 sampai 2012 (University 2022). Sedangkan dalam sejarah perkembangan teknologi, perkembangan yang pesat dan cepat itu dimulai ketika internet dibeli oleh perusahaan umum pada tahun 1955. Hal ini membuktikan bahwa generasi Z itu bertumbuh dan berkembang bersama dengan teknologi. Sangat wajar jika generasi Z sangat melek dan lekat dengan teknologi karena menurut Nobel dan Schewe, 2003 dan Twege, 2000 dalam putra, 2016 mengatakan Generasi adalah sekelompok individu yang dipengaruhi oleh kejadian -- kejadian bersejarah dan fenomena budaya yang terjadi dan dialami pada fase kehidupan mereka (Rachmawati 2019). Maka dari itu generasi Z sangat bersahabat dengan teknologi bahkan teknologi itu dimanfaatkan untuk menjalani kehidupan mereka.

Namun stereotip kaum rebahan tak bisa disangkal lagi oleh generasi Z karena menurut survei katadata.id penggunaan internet generasi Z mencapai 7-10 jam per hari. Survei ini membuktikan bahwa sebagian besar aktivitas generasi Z itu dilakukan secara daring. Apalagi setelah pandemi merebak banyak sekali peluang-peluang dalam pekerjaan maupun pendidikan yang dapat dilakukan oleh generasi Z. Contohnya Jess No Limit seorang youtuber gaming yang memiliki pendapatan 19,78 miliar per tahun (Sadya 2022). Atau seorang selebgram yang dapat meraup penghasilan 46 juta perbulan (Nariswari 2022). Dan menurut Quora sebuah web tanya jawab, penghasilan para pebisnis toko online di Indonesia rata-rata sebulan sekitar 10 juta keatas (Rejeki, Cantika and Lia 2022).

Generasi Z akan selalu menjadi generasi yang suka rebahan di kasur, bekerja di rumah, atau belajar di kamarnya saja. Generasi Z jangan sampai mengiyakan apa yang menjadi stereotip di kalangan masyarakat yang menganggap bahwa kaum rebahan itu kaum yang malas. Karena ternyata banyak generasi Z yang dapat produktif hanya dengan rebahan. Maka dari itu, mari kita sebagai generasi Z harus memanfaatkan kedekatan kita dengan teknologi untuk membantu kehidupan kita. Karena dengan kemampuan ini kita dapat menjadi kaum perubahan walau hanya dengan rebahan.

           

           

Referensi

Agustiana, Cristina. Detiknews. 17 12 2019. https://news.detik.com/kolom/d-4826065/menepis-stereotip-generasi-milenial-sebagai-kaum-rebahan (diakses 12 30, 2022).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline