Lihat ke Halaman Asli

Guıɖo Arısso

TERVERIFIKASI

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Bertani Sambil Berfilsafat

Diperbarui: 18 Januari 2021   13:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi ladang jagung (SHUTTERSTOCK/NARAMIT via Kompas.com)

Bagi saya, berfilsafat itu tak selamanya prosedural. Maksud saya, tidak harus jungkir balik membaca buku filsafat terlebih dulu, baru berfilsafat. Tidak seperti itu ya.

Memang bagi masyarakat umumnya, termasuk saya, filsafat selalu disandingkan dengan disiplin ilmu yang 'berat': sukar dan/atau rumit untuk dicerna. Bahkan, melihat sampul bukunya saja bawaannya ngantuk, atau malah sampai bertindak represif dengan membuangnya ke tempat sampah.

Dan bukan hanya itu saja. Lantaran oleh sebagian orang, filsafat dipandang sebagai disiplin ilmu yang sudah tua bangka, tidak relevan lagi, sarat chimera, abstrak, imajinatif dan lain sebagainya.

Semua anggapan itu sudah tak bisa terelakan lagi, tentu saja. Namun, sederet pemikiran seperti itu, saya pikir, lahir dari salah kaprahnya orang dalam memahami eksistensi filsafat dalam kehidupan sehari-hari. 

Sebagaimana filsafat diterjemahkan sebagai ilmu yang berusaha untuk mempertanyakan segala sesuatu, mempersoalkan banyak hal berikut berusaha mencari jawaban atas apa yang dipertanyakan. Sesederhana itulah kira-kira.

Demikian juga dengan berfilsafat. Berfilsafat adalah sebuah proses berpikir kritis (mendalam), rasional (masuk akal), komprehensif (menyeluruh) serta sistematis demi mencapai kebenaran sejati. 

Lalu, seperti apa sih bertani sambil berfilsafat itu?

Nah. Pada galibnya, bertani diterjemahkan sebagai kegiatan bercocok tanam dan/atau mengolah tanah untuk menghasilkan sesuatu. 

Lebih daripada itu, bertani adalah sebuah 'proses berpikir dan bertindak'. Baik itu, misalnya, dalam menentukan jenis komoditi yang hendak ditanam, memilih jenis pupuk yang cocok untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, bagaimana cara merawat tanaman yang baik dan lain sebagainya. 

Kondisi inilah yang saya sebut sebagai bertani sambil berfilsafat. Ihwal ada serangkaian proses yang melibatkan energi, waktu dan pemikiran di situ.

Selebihnya adalah bagaimana usaha dari bertani itu mampu menghidupkan, tak hanya untuk kepuasan diri sendiri tapi juga bagi orang lain di sekitar kita. Pemikiran seperti itu adalah sejati-jatinya petani, tersebab petani adalah filsafat yang hidup dan menghidupi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline