Betapa hatiku, berterima kasih Yesus
Kau menghasihiku, kau memilikiku
Terimalah Tuhan persembahanku
Pakailah hidupku agar berguna bagiMu
Diatas merupakan beberapa penggalan lirik lagu rohani yang berjudul 'Betapa Hatiku Berterima Kasih Yesus'. Pastinya lagu ini tidak asing lagi di gendang telinga umat Kristiani.
Ucapan terima kasih ini lahir dari kesadaran bahwa hidup manusia merupakan pemberian Tuhan. Segala bakat, talenta, hasil jeripayah dan semua yang ada di bumi ini adalah pemberian yang Maha Kuasa.
Kalibnya, bila kita membedah terminologi 'persembahan' menggunakan pisau filsafat, seharusnya makna persembahan diejawantahkan sebagai bentuk syukur dan terima kasih kita atas berkat Tuhan.
Sebagaimana filsafat merupakan kompas; penunjuk arah menuju hidup yang lebih bijaksana, bermakna dan berkenan (benar) di hadapan Tuhan.
Dengan demikian, pengertian persembahan tidaklah sempit, melainkan lebih dari pada itu yakni sebagai usaha untuk membangun relasi yang baik dengan Tuhan.
Persembahan cengkeh, diterima atau ditolak Tuhan?
Pertanyaan tersebut lahir dari serangkaian refleksi dan pergulatan batin saya sepanjang hari Minggu ini dan tentunya bersamaan dengan perayaan Pentakosta yang syarat sakral.
Lantas, apakah persembahan cengkeh, diterima atau ditolak Tuhan? Berkenankah atau tidak? Jawaban saya 'Diterima dan berkenan'. Hingga detik ini, optimisme saya melampaui rasionalitas saya sebagai manusia (beyond).
Yang menjadi proporsi penting adalah ujud persembahan saya ini tak lain sebagai ungkapan rasa terimakasih dan syukur saya kepada-Nya. Karena biar bagaimana pun, ujud persembahan itu tidaklah cukup untuk melunasi semua kebaikan Tuhan kepada saya.
Intinya ialah, apa yang kita persembahkan kepada-Nya seturut dengan niat ikhlas dan tanpa dipaksa-paksaan.