Lihat ke Halaman Asli

AKU BANGGA JADI SANTRI

Diperbarui: 15 September 2016   03:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Santri, apa itu santri? Sebelum saya menjelaskan lebih detail, tentunya kita harus tau definisi santri itu apa? Santri adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan Ilmu Agama Islam di suatu tempat yang dinamakan Pesantren, baisanya menetap disuatu tempat hingga pendidikan selesai. Saya termasuk dalam kategori santri yang menetap di Pondok Pesantren Madinatul Ulum Cangkring Jenggawah Jember. Saya bangga jadi santri karena saya mendapatkan banyak pengetahuan yang saya dapatkan dari pesantren, mulai dari ilmu dunia sampai ilmu akhirat. saya berangkat kepesantren dengan niatan yang pertama lillahitaalaa, kedua ingin menghilangkan kebodohan, untuk menghadapi dunia yang semakin maju dan persaingan yang semakin ketat. Maka dari itu kita perlu menambah wawasan mengenai pengetahuan, karena pengetahuan sangat penting untuk masa depan kita.

Santri, ketika masuk ke sebuah pondok pesantren diibaratkan sepeda yang sedang diperbaiki dibengkel. Sama-sama untuk diperbaiki dengan tujuan dapat dimanfaatkan dan berguna. Ketika diperbaiki oleh sang bengkel, sepeda harus menerima segala macam bentuk perbaikan. Semua yang dianggap bermasalah hampir pasti diperbaiki dengan keterampilan yang dimilikinya. Begitu juga santri, ia harus mematuhi segala yang disarankan dan diperintahkan oleh sang Guru, khususnya kepada sang kyai sebagai empunya pondok pesantren. Hal-hal yang diinstruksikan oleh kyai  tentunya itu demi kebaikan seluruh santrinya. Meskipun, ketika keadaan seperti itu banyak santri yang tidak merasakannya, atau bahkan merasa dipenjara, dikekang, dibatasi pergerakannya, dan hal-hal NegativeThinkinglainnya. Namun percayalah, semua itu pasti ada efek baiknya yang akan dirasakan, meskpun itu di masa jauh yang akan datang. Jika santri tidak nurut, membangkang, atau bahkan memberontak terhadap perintah gurunya , jangan harap ia akan menjadi sesuatu yang berguna.

Dalam hal ini, ridho sang Guru-lah yang harus di cari oleh si santri. Meskipun secara dzohir (kasat mata) ia menjadi orang besar di suatu hari, tapi ketika sang Guru tidak meridhoi-nya maka kebesaran yang didapatkannya merupakan kesia-siaan belaka. Karena Ridho Allah ada di tangan Guru. Konsklusi itu muncul dari premis, bahwasannya ridho Allah itu ada pada ridho ke dua orang tuanya, sementara “guru adalah orang tua bagi (ruh) santri juga.”, maka ridho Alloh juga terletak pada ridho guru. Seorang sya’ir berkata:

اُقَدِّمُ أُسْتَا ذِىْ عَلَى نَفْسِ وَالِدِيْ # وَإِنْ نَا لَنِيْ مِنْ وَالِدِى الْفَضْلَ وَالشَّرَفُ

فَدَاكَ مُرَبِّ الرُّوْحِ وَالرُّوْحُ جَوْهَرُ # وَهَذَا مُرَبِّ الْجِسْمِ وَالْجِسْمِ كَالصَّدَفِ

“Saya mengutamakan guru daripada orang tua # walaupun saya mendapatkan kemuliaan darinya”

“Namun, guru adalah orang yang menuntun jiwa yang diibaratkan sebagai mutiara # sementara orang tua adalah orang yang menuntun raga yang diibaratkan sebagai wadahnya mutiara”

Syi’ir ber-bahar thowil di atas merupakan syi’ir yang biasanya terdapat pada kitab-kitab ber-fan akhlak. Syi’ir tersebut mengajarkan pada kita betapa pentingnya posisi guru di hadapan santri/murid. Betapa murid harus menghormati sang guru. Sayyidina Ali bin Abi Tholib penah berkata bahwasannya beliau sedia menjadi budak bagi orang yang telah mengajarkannya sebuah ilmu, walaupun itu satu huruf saja. Dalam sebuah syi’ir juga disebutkan

لقد حقّ أن يهدى إليه كرامةً # لتعليْمِ حرفٍ واحدٍ ألْفُ دِرْهمٍ

“Sungguh, selayaknya seorang guru diberi kehormatan yang berlimpah.

Untuk satu huruf yang ia ajarkan, senilai dengan seribu dirham”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline