Mata Annisa tampak berbinar-binar. Terlihat ia menikmati betul memandang wajah Ananda [diperankan pendatang baru, Shawn Adrian Khulafa] yang rupawan. Cowok berkulit putih, tinggi dengan pembawaan cool itu membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Pengaruh Ananda tak sampai disitu saja. Annisa berani memutuskan untuk berhijab demi agar Ananda menyukainya.
Tapi ia sampai pada satu dilema pada saat ia sudah berhijab. Kegundahan yang akhirnya ditumpahkannya pada Jelita [dimainkan dengan manis oleh Vebby Palwinta] sahabatnya, dalam dialog yang paling diingat dari Hijabers In Love. “Kalo udah pake jilbab, boleh naksir cowok gak sih?”
Dari judulnya saja, Hijabers In Love sudah memancing rasa ingin tahu. Juga berpotensi memercikkan kontroversi. Betapa tidak, kata “hijabers” yang sinonim dengan ketakwaan dipadukan dengan “love” yang berkonotasi dengan nafsu keduniawian. Tapi benarkah film Hijabers In Love sengaja memadukan dua kata yang sepintas tampak saling bertolak belakang itu untuk lantas menabrakkannya?
Anda memang harus menonton filmnya untuk mendapatkan jawabannya. Karena sama sekali jauh dari cukup hanya dengan membaca sinopsisnya. Ario Rubbik, Oka Aurora, dan Ichwan Persada, cukup cerdik menyiasati hal itu. Tidak mudah membicarakan seputar cinta di kalangan hijabers yang dengan gampang berbenturan dengan agama. Salah sedikit bisa tergelincir.
Tapi Oka yang menulis skenarionya terasa cukup berhati-hati. Karakter Annisa yang menjadi sentral cerita digambarkan dengan penuh kepolosan layaknya ABG (Anak Baru Gede) khas jaman sekarang. Dan kalimat-kalimat segar namun kepo [baca : penuh rasa ingin tahu] keluar dari mulut Annisa sekaligus mampu menyentil. Sungguh halus namun terasa menohok. Karena keluar dari mulut remaja 15 tahun dengan dialog sesuai usianya, pesan-pesan moral dalam Hijabers In Love meluncur dengan baik.
Tanpa sedikitpun terasa digurui, para penonton tetap dapat menangkap pesan yang ingin disampaikan lewat film ini.
Keberhasilan itu juga tidak lepas dari totalitas Andania Suri yang memerankan tokoh Annisa. Kedekatan usianya dengan karakter yang dimainkannya tidak serta merta membuatnya mudah menjadi Annisa. Terlebih karena Annisa digambarkan sangat moody, yang dengan gampang berganti perasaan seperti berganti baju. Tapi Suri berhasil. Ia memperlihatkan kualitasnya sebagai seorang aktris masa depan.
Hal lain yang menonjol dari Hijabers In Love adalah musiknya yang di kemas oleh first-timer Nadya Fatira dan Adhe Arrio. Penyanyi sekaligus pencipta lagu tersebut berhasil menciptakan musik yang menghidupkan sebagian besar adegan film dan mengisinya di tempat yang tepat. Musik yang ditata Nadya pula-lah yang membuat filmnya terasa feel-good. Lagu-lagu yang ditampilkan oleh sejumlah band [yang kesemuanya] indie juga menarik untuk di simak.
Dalam film Hijabers In Love, hijab tidak sekedar menjadi salah satu aksesori pakaian yang dikenakan karakter-karakternya. Ia menjadi tema utama film dan konsisten dibicarakan hingga akhir cerita.
Di titik ini, Hijabers In Love berhasil. Ada sejumlah kelemahan, namun film ini boleh menjadi alternatif film remaja yang baik setelah era Ada Apa dengan Cinta? serta film Catatan Akhir Sekolah.
Penasaran? Simak link official trailernya berikut:
Hijabers In Love
Produksi : Andalan Sinema & ISee Production
Produser Eksekutif : Firman Baso
Produser : Ichwan Persada
Sutradara : Ario Rubbik
Penulis Skenario : Oka Aurora
Pemain : Andania Suri, Vebby Palwinta, Shawn Adrian Khulafa, Anbo Onthoceno, Miing, Jenahara, Piyu, Rizky Hanggono, Keke Harun, dan Linda Nirmala