Lihat ke Halaman Asli

Apes Ahok Sepeninggal Sunny

Diperbarui: 17 Desember 2016   03:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak Sanusi dicokok dalam OTT KPK pada 1 April 2016 lalu, peran Sunny sebagai koordinator lapangan (korlap) Ahok mulai terbongkar. Selain rekaman pembicaraannya dengan Aguan, peran Sunny di antaranya menjadi spin-doctor Teman Ahok juga terungkap. Sunny diketahui sudah di sisi Ahok sebelum Pilgub DKI 2012; ikut memulung KTP untuk Ahok. Saat itu Ahok benar-benar tidak diminati, termasuk oleh Ormas-ormas Tionghoa sendiri. Target untuk mencapai 50.000 KTP pun sia-sia.

Bintang terang Ahok adalah sejak dipercaya Hasjim, kemudian dibawa ke Prabowo, dan akhirnya dibawa Prabowo ke PDIP untuk diduetkan dengan Jokowi. Begitu naifnya Prabowo, hanya berbekal referensi orang tanpa tahu benar jejak rekamnya, langsung bersedia mengusung tanpa syarat. Jika akhirnya Prabowo ditikam Ahok setelah menemukan pijakan dengan kelompok konglo dan Ormas Tionghoa yang tadinya melirikpun tidak; ini sudah menjadi suratan nasib Prabowo.

Seperti dikisahkan Tempo, Sunny merupakan konsultan plus-plus dan korlap Ahok yang handal. Berbulan-bulan Teman Ahok bisa beroperasi di Mall dengan rapi, berkedok 'relawan', 'hidup dari jualan merchandise', mendukung Ahok menjadi Cagub Independent tanpa gangguan. Tindakan yang merupakan curi start kampanye inipun tidak ada yang mengganggu-gugat sehingga tidak disemprit KPUD maupun Bawaslu. 

Semua begitu asyik dan mulus buat Sunny dan Kokoh, sampai hari naas itu Sanusi dan Ariesman dicokok KPK.

Dengan kasus begini besar, maka Sunny harus tiarap. Sunny harus berkorban dan menghilang dari Balai Kota, dan lenyap dari radar; sebab terlalu besar yang dipertaruhkan. Akhirnya Sunny tidak tersentuh hukum dan hanya Ariesman yang bongkok di penjara; itu sudah merupakan end-game terbaik buat Sunny dan skenario terbaik buat Ahok. Pada titik itu meskipun di polling-polling internet termasuk yang dibuat gerombolan Ahokers, Ahok mulai jatuh, tapi elektabilitasnya berdasarkan Lembaga Survey resmi masih kinclong.

Ahok tampaknya panik tanpa Sunny, juga karena artikel bertubi-tubi dari Tempo yang menelanjangi Teman Ahok dan urusan Reklamasi. Pada tanggal 10 April 2016, entah atas bisikan siapa, Ahok mengundang 20 Buzzer yang memiliki pengikut cukup signifikan di sosmed untuk berkumpul di rumahnya. Pertemuan itu akhirnya jadi bumerang, karena ada anggota pertemuan yang katro dan starstruck trus memposting foto-foto pertemuan itu berikut beberapa kaleng bir - sehingga akhirnya pertemuan itu selain terbongkar, juga timbul pemeo : pesta miras dan Teman Mabok.

Para pengasong jasa sosmed dan vendor Ahok saat ini benar-benar chaos. Sesama mereka pun berkelahi sendiri. Geng ex Jasmev terang-terangan menyerang Teman Mabok. Sementara geng Tukangbubur dan Teman Ahok akhirnya terkulai menjadi tidak relevan lagi sejak Ahok mengemis ke partai dan tidak jadi maju independen. Ironinya, Ahok bergandeng tangan dengan Papa Minta Saham yang sebelumnya banyak dicela oleh kelompok Teman Mabok yang mayoritas adalah buzzer-buzzer Sospol, membuat kelompok ini kehilangan kredibilitasnya saat membela Ahok yang diusung Papa.

Soal Ahok ngga bisa mengontrol mulutnya itu sudah penyakit bawaan, tapi makin terkompori oleh pembelaan membabi-buta Ahokers di sosmed yang menghalalkan semua ucapannya, terus menerus mencari pembenaran. Apabila dulu Ahok diproteksi oleh Sunny yang humble, silent operator dan tidak pernah cari nama buat diri sendiri; kini Ahok ditemani vendor bayaran pengasong jasa dan buzzer-buzzer yang suka menonjolkan diri dan ego pribadi. Hingar-bingar orang-orang ini di internet ternyata kontradiktif antara tugas menaikkan Ahok dengan jual pamor diri sendiri, sehingga banyak sekali cuitan dan opini mereka yang justru bersaing apabila bukan merugikan Ahok.

Apabila Ahok sampai sebebas itu membicarakan akidah agama lain yang tidak dipahaminya, pasti tidak jauh dari bisikan sejumlah orang nyleneh nan liberal di kiri kanannya. Kalangan Tionghoa biasanya inklusif dan lebih suka diam, kalau berpendapat juga di kalangan sendiri. Penasehat yang tidak punya massa dan hanya punya koleksi akun bot sosmed, ndilalah dijadikan patokan dan dimimikri oleh Ahok tanpa saringan. Akhirnya terjadilah peristiwa tidak pantas itu di Kepulauan Seribu. Sambil pakai seragam dinas dan seharusnya ngomongin ikan, Ahok malah mencereweti penafsiran agama lain yang bukan urusannya. 

Siapa yang menyangka bahwa secuil peristiwa itu bisa berujung pada 3x demo besar-besaran Aksi Bela Islam I, II dan III? 

Sejak itu Ahok bak hidup dalam bejana gelas transparan, semua tindak-tanduknya bisa termonitor jelas. Apabila Megawati sudah minta mulut Ahok dilakban dan tidak lagi meladeni doorstop interview dimana emosi Ahok kelihatan telanjang hanya dengan pertanyaan sederhana; para buzzer-buzzer Ahok terus-menerus 'membunuh' usaha Ahok tersebut. Tatkala Ahok dianjurkan meminta maaf, buzzer-buzzernya berkeras Ahok tidak bersalah. Para jawara sosmed yang merasa dirinya tenar dan opinion-leader memberi nasehat agar tak mengalah sepetakpun, sambil mereka menyebarkan cuitan-cuitan arogan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline