Lihat ke Halaman Asli

Ahok, Heru, 'Teman Ahok', Singapura, dan Pertempuran para Kurawa

Diperbarui: 5 Juni 2016   13:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ahok bertemu dengan Setya Novanto pada Sabtu 21 Mei 2016. Sebagaimana ditunjukkan di foto salaman mesra antara Ahok dengan Papa; Golkar di bawah rezim Setya Novanto akan mendukung Ahok di Pilgub.

Ahok bicara seolah dukungan Golkar itu tanpa syarat : maju ya maju saja, Golkar sudah teman lama, pasti mendukung. Tentu saja omongan itu sepihak saja dari mulut Ahok. Seakan masyarakat tidak kenal siapa Golkar; siapa Setya Novanto yang terkenal biangnya patgulipat; atau minimal pemeo mana ada makan siang yang gratis di Golkar. Kalau masih tidak yakin, coba tinjau lagi pemberitaan munaslubnya.

Ahok memang sedang galau berat dan berada di persimpangan jalan. Jalan terbaik baginya adalah bersama PDIP. Selain tak perlu cape meladeni 3 partai gurem di DKI : Golkar dan cloningannya Hanura plus Nasdem; mendingan main capjiki cukup dengan PDIP saja. Bergandeng dengan Setya Novanto juga bawa resiko, kok Air Suci bergaul dengan Papa Minta Saham? Weleh, dianggap orang bermasalah berkumpul dengan orang bermasalah.

Untuk maju independen mengandalkan KTP yang dipulung Teman Ahok; juga mengandung resiko besar. Pertama, rusaknya hubungan Ahok dengan PDIP dipicu oleh tekanan Teman Ahok yang dengan modal sosmed dan mengasong di mall, pede bahwa mereka bisa setara mesin partai. Kemarahan Megawati dan pejabat teras PDIP serta timbulnya isu deparpolisasi menunjukkan kelirunya Ahok mengultimatum PDIP dan mengikuti kemauan Teman Ahok.

Teman Ahok yang kita bicarakan di sini bukanlah para penjaga booth, ratusan ribu pengumpul KTP maupun gadis manis bertampang innocent yang dipasang sebagai pendiri Teman Ahok; tapi konsultan politik dibaliknya yang juga 'pemain'. Konsultan politik yang punya ambisi dan kepentingan ingin mengendalikan permainan. Untuk membedakan, selanjutnya Teman Ahok ini akan ditulis dengan apostrof sebagai 'TEMAN AHOK'.

Kedua, adanya peristiwa 'Teman Ahok nyolong KTP' yang menunjukkan kelemahan manajemen 'TEMAN AHOK'. Apabila proses pengumpulan yang tak rapi menghasilkan banyak data dobel dan bodong, maka akan terbongkar saat verifikasi faktual. Hal ini sangat mungkin terjadi. Ada dua kali pengumpulan KTP, formulir yang serba manual, serta penyetoran yang dilakukan berdasarkan titipan. Selain menggunakan agen-agen pengumpul KTP, juga perusahaan-perusahaan milik minoritas dari halus sampai memaksa meminta karyawan-karyawannya menyetor KTP. Cara-cara seperti inilah yang bisa membuat KTP batal dan gagal saat verifikasi faktual.

Dalam kondisi sebagian besar KTP tersebut gagal dan bodong; andai tetap memenuhi batasan minimum 532.000 KTP pun; bagi kelompok pembully arogan yang gemar menyombong '1 juta KTP', 'sejarah baru telah ditulis'; akan sangat memalukan. Apalagi kalau tidak berhasil mencapai 532.000, tragedi namanya. Mitos elektabilitas Ahok akan pecah terburai dan Ahok sudah bisa dibilang kalah sebelum Pilgub sebenarnya. Semangat kampanye akan turun ke titik nadir,  dukungan parpol pun tak bisa lagi digaransi.

Dalam kondisi tidak punya elektabilitas, atau gagal nyagub; Ahok sudah tidak ada nilai politiknya lagi. Kasus-kasus yang membelit Ahok akan bergeser dari ranah politik kembali ke ranah tipikor. Saat itu semua akan cuci tangan dari Ahok. Ahok akan jadi ibarat tembok yang sudah doyong. Di kampung, kalau ada tembok doyong, orang pada iseng coba-coba mendorongnya sampai runtuh. Ada kaca jendela retak, orang kurang kerjaan melemparinya sampai pecah beneran. Apalagi Ahok yang memang hobby ngumpulin musuh, atau teman di depan tapi dalam hati empet dengan kekasarannya, atau PNS yang menurut intelnya pada membencinya; maka bersama-sama mereka ini akan menowel, mendorong, mengoyang, mengguncang, nandukin tembok Ahok sampai roboh.

Keraguan Ahok terhadap 'TEMAN AHOK' terlihat dari diundangnya 20 Buzzer yang dimotori Rudy Kurawa. Setelah acara pesta kepiting itu terbongkar sebagai juga pesta bir akibat kebodohan Buzzer; rivalitas makin meruncing ketika pentolan-pentolan 'TEMAN AHOK' saling menyerang dengan kelompok Buzzer tersebut di sosmed.

Ketiga, persiapan event Teman Ahok Fair yang seharusnya menjadi pagelaran klimaks 1 juta KTP ternyata tidak berhasil mencapai 1 juta; sehingga Ahok gagal pesta kemenangan. Pelaksanaan pesta dua hari itu kemudian ternyata sepi saja tidak sesuai harapan.

Akibat dari kegamangan itu adalah Ahok mulai merengek kepada PDIP. Pada tanggal 23-24 Mei, Ahok melempar isu bahwa dia sebenarnya mendapatkan restu Megawati, sebagai tanda dirinya ingin rujuk dengan PDIP. Statement itu menunjukkan Ahok sebenarnya sudah putus asa untuk maju independen. Dan daripada maju melalui Golkar dengan cawagub Golkar; lebih baik dengan cawagub PDIP. Dan siapa tahu, bu Ketum berkenan elus Ahok dan langsung mendukung tanpa perlu tetek bengek neken formulir dan pakai jaket seperti dengan para partai gurem kemarin. Sayangnya sinyal Ahok itu tidak disambut oleh PDIP. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline