Lihat ke Halaman Asli

G Tersiandini

Mantan guru di sekolah internasional

Terasering Panyaweuyan di Majalengka

Diperbarui: 15 April 2018   14:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok pribadi

Mendengar orang bercerita tentang terasering di Majalengka, serta melihat foto-foto yang banyak dimuat baik di laman FB, Instagram, maupun internet secara umum, membuat saya penasaran untuk mengunjunginya. Kesempatan itu tiba pada suatu hari tahun yang lalu. Beserta tiga teman saya yang  juga penasaran dengan tempat tersebut,pada hari Jumat malam selepas kantor kami pun pergi menuju Majalengka.

Kami sepakat untuk bertemu di UKI sekitar jam 8 malam, jadi kami masih bisa pulang dulu ke rumah masing-masing untuk mandi dan mempersiapkan apa yang kami perlukan. Ketika saya tiba di UKI, baru satu orang teman yang datang. Kami menunggu di warung yang ada di situ, dan rupanya tempat itu cukup ramai di malam hari. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya kedua teman yang kami tunggu tiba. Setelah makan dan minum minuman hangat di warung itu, kami pun segera berangkat ke Majalengka.

Tol cukup lancar dan sopir kami cukup kencang mengendarai mobil yang kami sewa. Seorang teman wanita saya tidak bisa memejamkan matanya walaupun sebenarnya dia sudah mengantuk. Sebentar-sebentar dia mengatakan 'hati-hati', apalagi saat berada di tol Cipali. Karena tidak ada kemacetan, kami sampai di Majalengka sekitar jam 2 pagi. Kami sempat salah jalan ketika akan menuju Argapura, mungkin karena hari sudah malam dan kami (termasuk sopir) sudah kelelahan sehingga tidak fokus. 

Kami tidak tahu di mana kami berada, yang pasti tidak jauh dari Argapura. Karena masih gelap, kami kemudian berhenti di depan sebuah rumah. Sepi sekali malam itu. Tidak ada satu pun manusia yang kelihatan. Kami berharap ada orang yang lewat sehingga bisa kami tanyai, tetapi tak ada satu pun yang lewat. Akhirnya kami putuskan untuk tidur barang sejenak di situ. Tapi tak ada satu pun dari kami yang bisa tidur.

Mungkin sekitar satu jam kami berada di sana, kami kemudian mendengar suara orang berdoa di kejauhan. Kami pun memutuskan untuk mencari dari mana arah suara itu. Akhirnya kami menemukan sebuah masjid. Kami masuk ke pelataran parkir mesjid dan mencari seseorang yang bisa kami tanyai arah ke Argapura. Setelah beberapa saat, kami melihat ada orang yang keluar dari rumahnya yang terletak persis tepat di seberang mesjid. Dia pun menunjukkan arah yang benar. Ternyata kami salah belok. Seharusnya kami belok ke kanan, namun kami justru belok ke kiri ... menjauh dari Argapura.

Sopir kami segera mengarahkan kendaraan menuju ke Argapura. Gelap sekali dan tidak ada satu kendaraan pun yang berpapasan dengan kami. Jalannya sempit. Akhirnya kami tiba di sebuah tikungan. Kami tidak tahu harus menuju ke mana. Ke kanan, ke kiri atau lurus ke bawah. 

Akhirnya kami berhenti persis di bawah sebuah pohon besar. Di situ kami tidur menunggu pagi sambil berharap ada yang lewat dan bisa kami tanyai. Kami melihat motor di kejauhan, tapi sayang motor tersebut tidak lewat di depan kami, tapi justru berbelok ke arah yang berlawanan. Ya sudahlah, lebih baik pejamkan mata dan tidur barang sejenak.

Namanya juga tidur di mobil, pasti kurang nyenyak. Jadi saya sempat keluar dari mobil dan sekedar meluruskan kaki. Saat memandang langit, indah sekali. Bintang bertebaran di langit dan itu memberikan sensasi tersendiri. Bayangkan, berdiri sendiri (walaupun ada teman di dalam mobil tapi mereka kan sedang tidur ... ) di sebuah tempat yang sunyi di bawah langit penuh bintang. 

Setelah langit mulai sedikit terang, kami melihat ada motor yang berjalan ke arah kami. Saat sudah dekat, cepat-cepat saya turun dari mobil dan melambaikan tangan untuk menanyakan arah ke Argapura. Dia pun menunjukkan arahnya. Kami hanya perlu berjalan lurus. Kami pun segera melanjutakan perjalanan ke sana.

Mobil kami parkir di tepi jalan, kamera pun mulai kami keluarkan dan foto sana foto sini seperti biasa. Seorang teman naik ke sebuah bukit dan dia mengajak saya naik. Saya ikuti dia dan benar saja, pemandangan dari atas bukit itu sangat indah. Sayang, mereka baru saja panen bawang, jadi pemandangan hijau yang sering muncul di FB atau instagram tidak kami dapatkan, namun pemandangannya tetap indah. Kecewa? Tentu tidak.

dokumentasi pribadi

dokumentasi pribadi

dokumentasi pribadi

dokumentasi pribadi

dokumentasi pribadi

Seorang petani kemudian datang menghampiri kami. Kami pun bercakap-cakap dengannya. Kami awalnya berencana untuk mengunjungi air terjun yang ada di sana (kalau tidak salah namanya curug Sawer), tapi menurut petani itu air terjun itu sedang ditutup karena baru saja ada orang yang meninggal di situ. Padahal menurut cerita, curug itu sangat indah. Kami disarankan untuk mengunjungi curug yang lain, Muara Jaya namanya. Akhirnya kami putuskan untuk ke curug Muara Jaya.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline