Lihat ke Halaman Asli

G Tersiandini

Mantan guru di sekolah internasional

Berwisata ke Purwakarta

Diperbarui: 26 Juli 2016   21:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan menuju curug Pamoyanan

Pada suatu Sabtu di awal Juni, bersama seorang dua orang teman, saya berwisata ke Purwakarta. Sebenarnya saat kendaraan kami meninggalkan Jakarta, kami belum begitu pasti akan pergi ke mana. Kami sudah pernah pergi ke waduk Jatiluhur dan Cirata, oleh karena itu kami tidak ingin mengunjungi kedua tempat itu lagi. Di dalam mobil, kami masih mencari-cari tempat yang akan kami kunjungi. Akhirnya kami putuskan untuk mengunjungi Situ Wanayasa dan Curug Cijeruk karena tempatnya berdekatan.

Jam 9 pagi kami sudah sampai di kota Purwakarta. Saat memasuki kota Purwakarta, saya merasa bahwa kota tersebut bersih dan menarik. Masih banyak terlihat bangunan kuno peninggalan masa kolonial. Kami juga melewati semacam taman yang kelihatannya indah, tetapi kami tidak mampir di situ.

Kami berkendara terus melewati situ Wanayasa. Kami berencana mengunjungi curuk Cipurut dahulu baru nanti pulangnya mampir ke situ Wanayasa. Menurut situs di internet yang saya baca,  letak curug Cipurut tidak jauh dari situ Wanayasa. Setelah beberapa kilometer melewati situ tersebut, belum ada tanda-tanda yang menunjukkan arah situ Cipurut. Maklum, kami semua belum pernah ke sana sehingga masih meraba-raba. Kami kemudian melihat sebuah baliho besar yang menunjukkan gambar beberapa curug, namun tidak ada nama curug Cipurut. Supir kami turun untuk bertanya dan kata penduduk di sana kami harus balik arah. Saat mobil kami memutar arah, kami membaca lagi baliho yang ada di tepi jalan tersebut. Kami lalu memutuskan untuk mengunjungi curug-curug yang ada di baliho tersebut.

Setelah mengendarai kendaraan selama kurang lebih 15 menit, sampailah kami di pintu masuk curug. Rupanya kami sudah masuk kawasan Subang. Kami pun membayar tiket masuk.  Saat itu masih minggu pertama puasa sehingga daerah itu sepi pengunjung. Kami adalah pengunjung pertama di tempat itu pada hari itu. Setelah bertanya kepada penjaga di sana, kami ditunjukkan jalan menuju curug Pamoyaman (curug yang paling dekat). Rupanya petunjuk jalan yang ada di situ kurang jelas, sehingga kami sempat salah jalan. Setelah berjalan selama 45 menit melewati hutan cemara (yang seharusnya hanya 25 menit), kami bertemu dengan penduduk setempat yang sedang memanen kopi. Dia mengatakan bahwa curug itu sudah sangat dekat tetapi airnya kecil sekali. 

Hutan cemara

Sesampai di curug itu, kami bertiga hanya bisa tertawa-tawa saja karena memang curug itu hampir dibilang tidak ada airnya. Kami sudah berjalan jauh juga  kesasar, eh ternyata air curugnya kecil sekali. Kami hanya 10 menit di sana kemudian berjalan kembali ke tempat parkir. Saat bertemu dengan penduduk lokal yang sedang memanen kopi, dia menyebutkan bahwa tidak jauh dari tempat kami berada ada lagi  curug yang airnya deras, namanya curug Cijalu. Kami lalu memutuskan untuk mengunjungi curug tersebut.

Perjalanan menuju curug Cijalu cukup indah. Kami melewati kebun teh dan melihat pemandangan gunung Burangrang di hadapan kami. Curug Cijalu dapat kami lihat di kejauahn. Saat tiba di area parkir, hanya sedikit sekali pengunjung yang datang. Warung-warung di situ pun tutup semua karena bulan puasa. Setelah turun dari mobil, kami berjalan menuju curug. Jalannya mudah sekali dan tidak jauh. Sangat berbeda dengan jalan menuju curug Pamoyaman yang jauh dan agak sulit.

Menuju curug Cijalu

Kebun teh

Setelah berjalan sekitar 10 menit, kami sampai di curug Cijalu 1. Airnya tidak begitu deras, tetapi terlihat bagus. Menurut pemilik warung yang kami jumpai setelah turun, curug 1 (menurut tanda yang ada situ)  ini mengalir dari gunung Burangrang. Kami duduk di depan air terjun itu cukup lama sambil menikmati udara yang sejuk dan cipratan dari air terjun. Kami berjumpa dengan beberapa orang, mereka mengatakan bahwa sekitar 10 menit dari curug 1 masih ada air terjun yang lebih besar, lebih deras dan lebih bagus. Tentu saja kami segera berjalan menuju air terjun yang lebih besar tersebut.

Curug Cijalu 1

Aliran curug Cijalu 1

Setelah berjalan kurang lebih 10 menit, dengan jalanan yang mudah, sampailah kami di Curug Cijalu yang lebih besar. Tidak ada orang bermain-main di curug tersebut. Hanya ada beberapa penduduk setempat yang sedang mengerjakan sesuatu. Saat itu nampaknya sedang ada pemasangan 'beronjong' di curug itu. Air curug tersebut sedang tidak begitu deras. Jika deras, saya yakin kolam yang ada di situ akan penuh dan aliran air sungai juga akan lebih deras. Walaupun airnya tidak begitu deras, pemandangannya tetap indah. Curug ini mengalir dari gunung Burangrang dan gunung Sunda. Cukup lama kami berada di sana.

Curug Cijalu 2

Curug Cijalu 2

Setelah beberapa waktu, kami kembali ke area parkir. Saat akan masuk mobil, seorang pemilik warung memanggil kami. Kami memang sudah sangat lapar saat itu karena memang sudah siang. Di balik warung yang tertutup, kami makan beberapa makanan kecil yang ada diwarungnya tersebut. Kami sempat bercakap-cakap dengan pemilik warung itu. Banyak hal kami tanyakan padanya. Setelah itu kami kembali ke mobil untuk meneruskan perjalanan kami.

Supir kami mengatakan bahwa di Purwakarta terdapat sebuah gunung batu yang indah. Kami masih memiliki banyak waktu dan akhirnya kami memutuskan untuk ke Gunung Parang. Perjalanan dari curug Cijalu sekitar satu jam. Jalanan ke arah Gunung Parang cukup lancar, namun semakin mendekati kawasan Gunung Parang, jalan menjadi lebih sempit. Pemandangannya menakjubkan. Di kejauhan terlihat gunung batu dan di kiri kanan jalan terlihat sawah membentang. Indah sekali

Pemandangan sawah menuju gunung Parang

Gunung Parang di kejauhan

gn-parang-di-background-57976151d17a6142128b456c.jpg

Saat sudah dekat gunung Parang, pemandangan yang tersaji di depan mata sungguh spektakuler. Akhirnya kami sampai di tempat untuk masuk ke kawasan gunung Parang. Saat kami tiba, hari sudah sore dan agak mendung. Kami berbincang dengan salah satu staf di sana. Dia mengatakan jika kami ingin naik ke gunung (melalui tangga), kami harus membayar seratus ribu rupiah per orang. Namun, saat itu sudah kesorean. Jika kami hanya ingin melihat-lihat sampai ke tangga (istilah untuk tangga itu saya lupa) atau melihat pemandangan waduk Cirata, ada pemandu yang dapat mengantar kami dan biayanya Rp 50.000.  Kami memilih untuk hanya melihat-lihat pemandangan waduk saja. Belum lama berjalan, kedua teman saya mengurungkan niat mereka saat melihat banyaknya tangga yang harus kami lalui. Maka tinggallah saya bersama pemandu saya yang masih kelas 1 smp naik untuk melihat pemandangan waduk Cirata dari atas.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline