Helping those in need is not charity, it is humanity
(Abhijit Naskar)
Sebuah ambulans perlahan memasuki pemakaman, menuju sebuah tanah lapang dengan puluhan makam baru. Mobil dimundurkan, mendekat liang lahat. Enam orang sigap menggotong peti. Berbalut pakaian khusus, menutupi sekujur tubuh. Peti, segera ditempatkan di sisi liang lahat.Empat orang mengulur tali, bersiap menurunkan peti pada lubang kubur.
Dua lainnya menarik kayu penahan. Sekejap kemudian peti sudah menyentuh dasar dan ditimbun tanah. Ambulan berlalu. Sunyi, tanpa prosesi, seperti pemakaman pada umumnya.
Itulah gambaran penguburan jenazah di masa pendemi corona virus disease (Covid-19) dengan protokol kesehatan untuk penyakit menular di TPU Pondok Ranggon, 6 April 2020. Sejak diunggah, hingga 17/4/2020 video ini sudah ditonton oleh 3,2 juta orang.
Tak terdengar isak tangis di sana, pun pengantaran oleh keluarga, handai taulan, apalagi teman sejawat. Video yang ditayangkan KompasTV dengan pengambilan gambar bird view tersebut terasa pilu oleh alunan biola yang bertempo lambat.
Peristiwa tersebut menyentuh perasaan siapa saja yang melihat. Memunculkan keprihatinan dan mungkin air mata. Betapa serangan virus bisa mengenai siapa saja dalam sekejap.
Sejak pandemi Covid-19 merebak di Wuhan pada 11 Januari 2019, media dunia termasuk Indonesia tak henti mengabarkan perkembangannya. Topik yang disodorkan mengikuti sepak terjang virus ini. Pada awal ketika Covid -19 mulai menginfeksi manusia di Wuhan, yang muncul dibenak masyarakat lebih banyak pertanyaan, seputar pengetahuan dasar. Misalnya, virus jenis apakah ini, seberapa berbahaya, dan apakah masyarakat Indonesia akan terkena?
Di awal penyebaran, sekelompok masyarakat dan beberapa sumber resmi masih menyangkal. Antara lain tercermin dalam pernyataan: masyarakat tidak mungkin terpapar lantaran doyan mengonsumsi jejamuan, terbiasa hidup tidak higienis, serta virus yang tidak betah berada di lingkungan panas.