Lihat ke Halaman Asli

Beri Kutipan agar Tulisan Tidak Monoton

Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - menulis blog (Shutterstock)

Saking pentingnya kutipan, para jurnalis bahkan menjuluki kutipan sebagai senjata dalam menulis. Kutipan, berupa pernyataan, terutama  orang  yang  punya wewenang  atas topik yang dipilih bakal “menghidupkan” tulisan. Tulisan menjadi tidak monoton, kering, dan searah. Membuat pembaca bangun dari tidur.

Kutipan muncul sebagai penegasan. Ia seperti menghadirkan pihak yang  dipercaya untuk memberi penjelasan pada pembaca. Atas alasan tersebut memilih dan menempatkan kutipan secara tepat ke dalam tulisan menjadi penting.

Kutipan yang terlalu panjang membuat hambar.  Contoh: Soal modal awal usaha ini, baik Rudi maupun Iwan tak ingat berapa jumlahnya, karena menurut mereka prosesnya bertahap. Selain itu bentuk investasi awalnya, tidak semua dalam bentuk cash, melainkan banyak yang bayar tempo. “Maksudnya kita pakai dulu material dari supplier dengan bayar belakang. Dan waktu itu kami mengalir begitu saja karena senang, sehingga kalkulasi modal awal tidak sempat kami pikir, yang penting jalan gitu,” lanjut Iwan. (Idebisnis, Maret 2013)

Sebaliknya kutipan singkat, tapi menohok memunculkan kejutan yang membikin pembaca terpana.  Contoh: Sehari setelah Luis Suarez menggigit bahu pemain bek Italia, Giorgio Chiellini, di Piala Dunia 2014, perusahaan rumah judi online Paddy Power bereaksi jenaka. Mereka memasang papan iklan besar di Lambeth, London, bergambar foto Suarez tengah tersenyum. Tak ada yang aneh dengan foto itu, kecuali deretan gigi Suaresz yang dihitamkan. “Siapa yang akan menjadi korban gigitan Suarez berikutnya?” demikian bunyi banner-nya. (Tempo, 13/7/2014)

Untuk mendapatkan kutipan yang “bunyi” penulis mesti pandai menyimak semua informasi dari narasumber, baik  tertulis maupun  terkatakan. Pilih, mana yang kemudian bisa dijadikan kutipan. Dan di mana menempatkannya.

Dalam memilih kutipan, ada beberapa hal yang bisa dijadikan pedoman:

  1. Kutipan langsung harus berupa pernyataan yang kuat merujuk pada topik yang tengah dibahas. Bahkan kalau mungkin berupa pernyataan yang kontroversial. Sebagai contoh, pernyataan “BPJS haram,” oleh Majelis Ulama Indonesia akan sangat menarik perhatian pembaca, lepas bahwa hal tersebut penuh dengan kontroversi.
  2. Pernyataan unik bisa dijadikan kutipan langsung. “Aku rapopo, aku rapopo, he-he-he”, kata Jokowi, di Balaikota Jakarta, Senin (24/3/2014) yang dalam bahasa Jawa artinya “Aku tidak apa-apa”. Adalah kata yang dilontarkan Jokowi saat diminta komentar tentang banyaknya serangan terhadapnya dalam beberapa pekan terakhir.
  3. Pernyataan tentang sebuah fakta yang tidak umum, bisa juga dijadikan bahan tulisan. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak Tri Siswo Rahardjo mengatakan jumlah macan tutul yang teramati sepanjang 2013, misalnya, tercatat 16 individu. “Pengamatan sampai pertengahan tahun ini jumlahnya 18 ekor,” katanya di kantornya, Rabu pekan lalu. (Tempo, 13/7/2014)

Ada pertanyaan yang sering terlontar. Apakah penulis harus mengutip pernyataan apa adanya atau boleh mengedit asalkan tidak mengubah esensinya? Menurut hemat saya, pernyataan pihak berwenang atau  public figure harus dikutip apa adanya, untuk menghindari salah persepsi. Bahkan penulis harus punya bukti rekaman asli sebagai rujukan jika sewaktu-waktu ada tuntutan. Sedangkan untuk kutipan yang bersumber dari masyarakat biasa  untuk melengkapi tulisan yang “ringan”, kutipan bisa saja disesuaikan dengan gaya penulisan asalkan tidak mengubah esensi.

Happy Writing!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline