[caption id="attachment_406772" align="aligncenter" width="560" caption="Ilustrasi Kompasiana | Foto: Ajie Nugroho - Kompasianer Hobi Jepret"][/caption]
Duh mentok nih! Keluh kawan yang tengah menulis. Ada yang kebingungan memilih topik. Yang lain sulit mengembangkan gagasan. Ada lagi yang kesulitan memulai cerita.
Sebenarnya dengan mengenali problem, ibarat kata setengah problem sudah teratasi. Sementara orang bilang, jika gagasan dan alur sudah ada di kepala, proses menulis akan lancar. Nah, itu masalahnya. Bagaimana gagasan dan alur itu sudah ada di kepala sebelumnya.
Yuk, bahas satu per satu.
Bingung memilih topik
Berangkatlah dari apa yang dikuasai. Setiap orang pasti punya satu bidang yang paling ia kuasai. Hobi misalnya. Fotografi, bermain musik, mengoprek komputer, memasak, menulis, MC, dsb. Jadikan kebisaan tersebut menjadi topik. Tuliskan, dijamin dia akan lancar menuliskannya.
Bagaimana kalau topik sudah ditentukan di awal. Entah oleh atasan, dosen, guru. Gampang! Buat kerangka karangan (outline). Outline bakal menuntun penulis mendetailkan topik.
Taruhlah topik ini: Warung Kuliner Kaki Lima Dalam Menggerakkan Perekonomian di Kotamadya Yogyakarta.
Outline topik tersebut bisa sebagai berikut:
Gambaran umum maraknya warung kuliner kaki lima di Kotamadya Yogyakarta (ceriterakan dalam bentuk deskripsi dan narasi)
Apa yang dimaksud dengan warung kuliner kaki lima?
Jenis kuliner apa saja yang dijajakan?
Berapa banyak populasinya? Apakah ada pengelompokan berdasar lokasi atau jenis kuliner?
Berapa omzet (pendapatan kotor)?
Bandingkan omzet tersebut dengan omzet bidang usaha lain?
Dengan omzet tersebut apakah bisa dikatakan warung kuliner kaki lima berperan besar dalam menggerakkan roda perekonomian di Kotamadya Yogyakarta?
Bingung memulai dari mana
Topik sudah ada, bahan tersedia. Tapi macet saat mau memulai. Bikin outline seperti di atas bisa menjadi solusi. Outline akan memandu, mana yang wajib didahulukan. Atau tulis saja dulu, tak usah peduli dengan kekurangsempurnaan. Tak ada tulisan yang langsung jadi. Tulisan perlu dibaca ulang dan diedit sebelum menjadi tulisan yang enak dibaca. Seorang editor di sebuah majalah menyarankan, masukkan saja informasinya. Sesudahnya baru diperbaik,i susunan kalimat dan alur ceriteranya. Jangan terlalu terpaku pada gaya tulisan. Informasi jauh lebih penting dari gaya.
Sulit mengembangkan gagasan
Terkadang muncul kesulitan dalam mengembangkan gagasan. Akibatnya tulisan terasa cepat selesai. Kalau ini yang terjadi, problemnya ada pada pendetailan. Misalnya dalam contoh di atas ada outline yang menyebutkan: jenis kuliner apa saja yang dijajakan. Penulis harus menyebutkan secara detail. Misalnya: berbagai makanan, minuman, atau kombinasi keduanya. Makanan diurai lagi menjadi makanan ringan, makanan tradisional, makanan modern/trend, dsb. Detail tersebut lantas di-detailkan lagi. Demikian juga untuk minuman. Penulis juga bisa menguraikan keunikan cara penyajian. Tentu saja tidak semuanya, tapi beberapa contoh yang menarik perhatian. Masing-masing item tersebut kemudian diuraikan lagi dengan gaya bercerita. Dengan cara ini penulis tidak akan mati gaya. Bahkan pembaca merasa, penulis benar-benar menguasai apa yang ditulisnya.
Happy Writing!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H