Aku ingat betul saat jemariku mengetik tanggal menginap di salah satu hotel untuk acara libur Lebaran. Selalu tertanam di pikiranku 24 April aku harus berada di luar rumah. Aku menghindari menghabiskan waktu di tanggal tersebut hanya untuk mengenang almarhum suamiku yang pergi tepat pada tanggal tersebut.
Walaupun sudah cukup lama sejak kepergiannya, tetapi tetap saja di setiap tanggal tersebut aku menghindari berada di rumah sendirian. Jadilah kami pergi berlima. Aku, dua orang kakakku, suaminya, dan satu keponakan. Kami pergi berlibur. Belum tahu ke mana. Yang pastinya akan dimulai dari 24 sampai 26 April.
Kakakku bertanya "mengapa sih harus 24 April, itukan bisa macet total?" Aku menanggapi pertanyaannya dengan senyum, biarlah hanya aku yang tahu rahasia kecil dibalik tanggal 24 tersebut.
Kalau aku ceritakan, aku akan kembali mendengarkan kata-kata "terlalu mendramatisir, tidak bisa move on" dan sederet nasehat yang terus terang sudah terlalu sering masuk ke telingaku. Kata yang selalu aku dengar berulang-ulang.
Mereka semua tidak tahu betapa ingin rasanya aku memaku dengan dalam kata "move on" tersebut. Jauh di dalam lubuk hatiku agar kata itu tidak bergerak pergi lagi.
Kami berangkat pagi hari dan bersyukur perjalanan boleh dibilang lancar. Hujan besar menyambut kedatangan kami, tetapi aku suka suasana saat hujan, membuat damai dan teduh. Jauh lebih baik daripada udara kering dan panas.
Malam hari di tanggal 24, kami habiskan waktu dengan bersantai di rooftop hotel, memandangi bintang yang muncul cukup banyak karena langit cerah sehabis diguyur hujan. Rencana esok pagi kami akan keliling berjalan kaki di sekitar hotel. Kami lihat ada jalan setapak yang lebar dan nyaman untuk pejalan kaki
Beberapa ribu langkah kami sudah lalui, tanpa terasa sudah cukup jauh. Kami berjalan tanpa rasa lelah karena didukung oleh hati yang gembira, udara segar, dan sejuk.
Tiba-tiba aku mendengar terikan kecil dari belakang "aduhhhh." Reflex aku melihat kebelakang , kakakku sedang terduduk miring di pegangi suaminya di lantai jalan setapak yang ternyata baru aku sadari cukup licin terselimuti lumut. Kakakku jatuh terpeleset dan berusaha menahan beban dengan salah satu tangannya agar terhindar dari benturan keras di kepala.
Sedikit bersyukur. karena posisi jatuhnya tidak mengenai kepala sehingga tidak membentur lantai keras. Tapi, aku melihat kakakku sangat kesakitan. Akhirnya, kami segera pergi ke RS terdekat. Bersyukur di pagi itu ada dokter spesialis tulang yang sedang praktek. Aku membayangkan apalah jadinya kalau kakakku ditengah kesakitannya harus menunggu dokter yang praktek siang atau sore hari. Ternyata hasil X- Ray menunjukan kalau pergelangan tangan kakakku patah dan dokter menyarankan untuk oprasi. Walaupun oprasi tidak terlalu berat tetapi tetap harus menginap minimal satu malam di rumah sakit.