Lihat ke Halaman Asli

Kompasianer METTASIK

TERVERIFIKASI

Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Kebajikan Menjadi Pondasi ke Alam Bahagia

Diperbarui: 16 Agustus 2022   06:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebajikan Menjadi Pondasi ke Alam Bahagia (gambar: crosswalk.com, diolah pribadi)

Dalam kehidupan perumah tangga, kematian anggota keluaga adalah hal yang wajar. Sebabnya setiap manusia pasti akan mengalami kematian.

Apakah kematian harus ditakuti atau jadi momok bagi sebagian orang? Nah, ini bisa jadi PR buat saya pribadi. Karena bisa jadi saya belum mempersiapkan kematian.

Namun sesungguhnya kematian haruslah dipersiapkan dari saat ini. Saat kita masih muda, atau sudah tua. Saat inilah waktu yang tepat untuk mempersiapkannya, karena sekali lagi - kematian itu pasti.

Alkisah seorang remaja yang berjumpa denganku di sebuah acara pesta perkawinan. Kami duduk bersebelahan dan kemudian ngobrol bersama. Ada kecocokan diantara kami. Oleh karena itu, kami pun bertukar nomor telpon.

Selama beberapa bulan kemudian kami masih saling menyapa melalui aplikasi perpesanan. Banyak hal yang kami ceritakan, tentang kehidupan, tentang kegiatan masing-masing, semuanya mengalir begitu saja.

Selang si ramaja itu membawa kabar dukacita, "kakekku meninggal dunia, ia sudah lanjut usia dan sering sakit-sakitan," ujarnya melalui telpon.

"Aku sangat menyayangi dan mencintai kakek. Sejak kecil aku sudah sangat dekat dengannya. Kami bahkan tinggal satu rumah, beliau sudah seperti ayahku sendiri. Kemana pun kakek pergi, saya selalu diajak," ujar si remaja yang mengingatkan diriku saat pertama kali bertemu dengannya. Kakeknya berada di sampingnya.

"Ketika kakek sakit, terkadang aku bisa merasakan sakit yang dialami kakek. Bertahun-tahun kakek sakit, aku selalu merasa kasihan. Ingin sekali rasannya sakit itu berpindah ke diriku," si remaja lanjut bercerita.

"Hingga beberapa tahun kemudian kematian datang pada kakekku. Aku sedikit tidak bisa menerima kenyataan," suara si remaja terdengar terisak-isak dari ujung telpon.

"Jika aku dapat menebus kakek dari kematian, aku berani. Bahkan aku akan menyerahkan apa pun, termasuk umurku agar kakek tidak pergi. Aku berharap agar kakek masih bisa bersamaku lagi untuk jangka waktu yang panjang."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline