Lihat ke Halaman Asli

Kompasianer METTASIK

TERVERIFIKASI

Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Bad or Good, Mana yang Baik, Mana yang Buruk?

Diperbarui: 25 Juli 2022   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bad or Good, yang Mana Baik, yang Mana Buruk? (gambar: cnn.com, diolah pribadi)

Saya mendengar ungkapan ini pertama kali lewat Ajahn Brahm. Saat beliau berkunjung ke Indonesia. Baik atau buruk, siapa tahu? Begitu kira-kira artinya.

Masa sih? Buruk ya buruk, artinya tentu tidak baik, membuat khwatir, dan merupakan hal yang tidak disukai.  Mungkin begitu yang ada di benak kebanyakan oang, termasuk saya saat itu. 

Hingga saya mengalami sebuah kejadian.

Beberapa tahun lalu, saat sedang berbincang dengan beberapa rekan guru di lobi sekolah, tiba-tiba muncul seorang siswa yang berlari sangat kencang dan tanpa sengaja menabrak bahu kanan saya. Luar biasa keras dan menimbulkan rasa sakit yang menyengat selama beberapa menit.

Namun karena bahu terlihat baik-baik saja, saya tidak melakukan pemeriksaan apapun. Lambat laun ternyata bahu menjadi kaku, gerakannya terbatas, terutama ketika digerakkan kearah belakang, hanya bisa sampai kemiringan sekitar 15 derajat saja.

Akhirnya saya menemui seorang terapis yang konon terbiasa menangani atlit yang terkilir. Setelah melalu serangkaian pengobatan, bahu menjadi sedikit lebih lentur, namun belum kembali normal. Bahkan beberapa gerakan dapat menimbulkan bunyi gemeretak. Namun karena sudah merasa lebih baik, semua kondisi di atas saya abaikan.

Suatu hari di rumah, sepulang kerja, saat terburu-buru membawa ember pel, saya tergelincir dan bahu kanan membentur tembok, cukup sakit tapi kembali saya abaikan. Kesokannya, tangan kanan benar-benar tidak bisa digerakkan. Ayunan seringan apapun menimbulkan sakit yang menyengat. Akhirnya saya ke dokter, lewat serangkaian pemeriksaan, termasuk MRI, ditemukan bahwa ligamen bahu kanan ada yang robek.

Dokter memberikan dua pilihan, dioperasi atau diberikan serangkaian pengobatan lewat suntikan pada bahu. Walau sejak awal dokter sudah mengatakan bahwa penyuntikan minimal 3 kali, itupun tidak menjamin ligamen bisa pulih, saya tetap memilih cara suntik karena takut dengan kata operasi.

Suntikan pertama diberikan, sehari setelah disuntik, tangan berangsur-angsur pulih. Bahkan saat Kembali ke dokter untuk jadwal suntikan ke dua, saya merasa tangan dan sendi sudah 100% sembuh. Bahu terasa lentur dan dapat digerakkan ke berbagai arah. Bunyi gemeretak yang dulu terdengar saat sendi diputar pun ikut hilang.

Dokter yang menangani sendi sampai terheran-heran. Saya diminta untuk mengikuti gerakan yang dokter lakukan, ternyata semua bisa dilakukan dengan mudah. Dokter juga menguji kekuatan sendi dengan meminta saya menahan tekanan dari tangannya yang direntangkan. Hasilnya baik dan kuat. "Bu, ini tangannya sudah pulih, Ibu bahkan tidak memerlukan suntikan ke dua, kata dokter yang tentu saja saya sambut dengan senyuman lebar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline