Lihat ke Halaman Asli

Kompasianer METTASIK

TERVERIFIKASI

Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Ridwan Kamil, Geraldine Beldi, dan Katannu-Katavedi yang Sering Terlupakan

Diperbarui: 13 Juni 2022   05:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ridwan Kami, Geraldine Beldi, dan Katannu Katavedi yang Sering Terlupakan (tribunnews.com, diolah pribadi)

Sejak adanya berita tentang hilangnya Eril, Geraldine Beldi, seorang guru SD di Bern, Swiss, selalu mengarahkan matanya jika melewati tepi sungai Aare, itu pula yang dilakukannya saat berjalan menuju ke tempatnya mengajar pada hari Kamis 9 Juni.

Ketika matanya melihat sesosok jasad, Geraldine segera menghubungi pihak kepolisian, dan ternyata benar, itu adalah jasad Eril, putra sulung Ridwan Kamil.

Di salah satu artikel yang memberitakan hal ini, tertulis bahwa Pak Ridwan Kamil yang kembali ke Swiss untuk menjemput Jasad Eril, juga menemui Geraldine Beldi, untuk menyampaikan secara langsung ucapan terimakasihnya.

Sebenarnya bisa saja Pak Ridwan Kamil mengucapkan terimakasih melalui telepone, ataupun menulis surat elektronik/email, yang tentunya lebih cepat dan mudah daripada meluangkan waktu khusus menemui Geraldine Baldi. Namun ditengah kesibukannya mengurus kepulangan jasad Eril, beliau memilih untuk datang dan mengucapkan terima kasih secara langsung.

Pak Ridwan Kamil juga mengundang Geraldine mengunjungi Indonesia dan berjanji akan mengurus segala-sesuatunya jika nanti Geraldine datang.

Apa yang dilakukan Pak Ridwan Kamil merupakan suatu keteladanan yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin, Gubernur Provinsi Jawa Barat.

Hal ini mengingatkan saya pada ajaran sang Buddha, Katannu-Katavedi, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai rasa bersyukur dan berterimakasih. Tentunya bukan hanya berterimakasih sebatas ucapan di bibir saja, namun bertekad untuk membalas kebaikan tersebut.

Kita hidup dan bernafas hingga hari ini, tidak terhitung budi kebajikan yang diterima dari sekeliling. Bahkan dari detik dilahirkan, kita sudah menerima budi kebajikan bukan hanya dari ayah dan ibu, juga dari tenaga medis yang membantu persalinan, dari asisten rumah tangga yang tetiba mendapat banyak cucian popok sepulang kita dari Rumah Bersalin.

Saat memasuki dunia sekolah, kita mendapat banyak ilmu dan bimbingan dari guru, dosen. Begitu juga saat bekerja, bimbingan dari atasan, bantuan dari rekan kerja, dan masih banyak lagi budi baik yang terus kita terima hingga hari ini.

Mungkin ada yang berpikir, "Loh, tenaga medis? Mereka kan dibayar oleh orang tua kita? Kenapa pula ada budi yang ditanam?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline